10/26/2009

Hukum Sihir Dan Perdukunan

Segala puji hanya kepunyaan Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada junjungan umat, Nabi besar Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang tiada lagi Nabi sesudahnya.
Akhir-akhir ini banyak sekali tukang-tukang ramal yang mengaku dirinya sebagai tabib, dan mengobati orang sakit dengan jalan sihir atau perdukunan. Mereka kini banyak menyebar di berbagai negeri; orang-orang awam yang tidak mengerti sudah banyak menjadi korban pemerasan mereka.
Maka atas dasar nasihat (loyalitas) kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan kepada hamba-hambaNya, saya ingin menjelaskan tentang betapa besar bahayanya terhadap Islam dan umat Islam adanya ketergantungan kepada selain Allah dan bahwa hal tersebut bertolak belakang dengan perintah Allah dan RasulNya.
Dengan memohon pertolongan Allah Ta'ala saya katakan bahwa berobat dibolehkan menurut kesepakatan para ulama. Seorang muslim jika sakit hendaklah berusaha mendatangi dokter yang ahli, baik penyakit dalam, pembedahan, saraf, maupun penyakit luar untuk diperiksa apa penyakit yang dideritanya. Kemudian diobati sesuai dengan obat-obat yang dibolehkan oleh syara', sebagaimana yang dikenal dalam ilmu kedokteran. Dilihat dari segi sebab dan akibat yang biasa berlaku, hal ini tidak bertentangan dengan ajaran tawakkal kepada Allah dalam Islam. Karena Allah Ta'ala telah menurunkan penyakit dan menurunkan pula obatnya. Ada di antaranya yang sudah diketahui oleh manusia dan ada yang belum diketahui. Akan tetapi Allah Ta'ala tidak menjadikan penyembuhannya dari sesuatu yang telah diharamkan kepada mereka.
Oleh karena itu tidak dibenarkan bagi orang yang sakit, mendatangi dukun-dukun yang mendakwakan dirinya mengetahui hal-hal ghaib, untuk mengetahui penyakit yang dideritanya. Tidak diperbolehkan pula mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, karena sesuatu yang mereka katakan mengenai hal-hal yang ghaib itu hanya didasarkan atas perkiraan belaka, atau dengan cara mendatangkan jin-jin untuk meminta pertolongan kepada jin-jin tersebut sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Dengan cara demikian dukun-dukun tersebut telah melakukan perbuatan-perbuatan kufur dan sesat.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan dalam berbagai haditsnya sebagai berikut :

"Imam Muslim meriwayatkan dalam kitab 'Shahih Muslim', bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : 'Barangsiapa mendatangi 'arraaf' (tukang ramal)) kepadanya, tidak akan diterima shalatnya selama empat puluh hari."


"Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda:'Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR. Abu Daud).


"Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan lafazh: 'Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."


"Dari Imran bin Hushain radhiallahu anhu, ia berkata: 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: 'Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain),yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam."(HR. Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).

Hadits-hadits yang mulia di atas menunjukkan larangan mendatangi peramal, dukun dan sebangsanya, larangan bertanya kepada mereka tentang hal-hal yang ghaib, larangan mempercayai atau membenarkan apa yang mereka katakan, dan ancaman bagi mereka yang melakukannya.
Oleh karena itu, kepada para penguasa dan mereka yang mempunyai pengaruh di negerinya masing-masing, wajib mencegah segala bentuk praktek tukang ramal, dukun dan sebangsanya, dan melarang orang-orang mendatangi mereka.
Kepada yang berwenang supaya melarang mereka melakukan praktek-praktek di pasar-pasar, mall-mall atau di tempat-tempat lainnya, dan secara tegas menolak segala yang mereka lakukan. Dan hendaknya tidak tertipu oleh pengakuan segelintir orang tentang kebenaran apa yang mereka lakukan. Karena orang-orang tersebut tidak mengetahui perkara yang dilakukan oleh dukun-dukun tersebut, bahkan kebanyakan mereka adalah orang-orang awam yang tidak mengerti hukum, dan larangan terhadap perbuatan yang mereka lakukan.
Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah melarang umatnya mendatangi para peramal, dukun dan tukang tenung. Melarang bertanya serta membenarkan apa yang mereka katakan. Karena hal itu mengandung kemungkaran dan bahaya besar, juga berakibat negatif yang sangat besar pula. Sebab mereka itu adalah orang-orang yang melakukan dusta dan dosa.
Hadits-hadits Rasulullah tersebut di atas membuktikan tentang kekufuran para dukun dan peramal. Karena mereka mengaku mengetahui hal-hal yang ghaib, dan mereka tidak akan sampai pada maksud yang diinginkan melainkan dengan cara berbakti, tunduk, taat, dan menyembah jin-jin. Padahal ini merupakan perbuatan kufur dan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang yang membenarkan mereka atas pengakuannya mengetahui hal-hal yang ghaib dan mereka meyakininya, maka hukumnya sama seperti mereka. Dan setiap orang yang menerima perkara ini dari orang yang melakukannya, sesungguhnya Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berlepas diri dari mereka.
Seorang muslim tidak boleh tunduk dan percaya terhadap dugaan dan sangkaan bahwa cara seperti yang dilakukan itu sebagai suatu cara pengobatan, semisal tulisan-tulisan azimat yang mereka buat, atau menuangkan cairan timah, dan lain-lain cerita bohong yang mereka lakukan.
Semua ini adalah praktek-praktek perdukunan dan penipuan terhadap manusia, maka barangsiapa yang rela menerima praktek-praktek tersebut tanpa menunjukkan sikap penolakannya, sesungguhnya ia telah menolong dalam perbuatan bathil dan kufur.
Oleh karena itu tidak dibenarkan seorang muslim pergi kepada para dukun, tukang tenung, tukang sihir dan semisalnya, lalu menanyakan kepada mereka hal-hal yang berhubungan dengan jodoh, pernikahan anak atau saudaranya, atau yang menyangkut hubungan suami istri dan keluarga, tentang cinta, kesetiaan, perselisihan atau perpecahan yang terjadi dan lain sebagainya. Sebab semua itu berhubungan dengan hal-hal ghaib yang tidak diketahui hakikatnya oleh siapa pun kecuali oleh Allah Subhanahhu wa Ta'ala.
Sihir sebagai salah satu perbuatan kufur yang diharamkan oleh Allah, dijelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 102 tentang kisah dua Malaikat:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syetan-syetan pada masa kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir'. Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarkan ayat (kitab Allah) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di Akhirat, dan amat jahatlah perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir, kalau mereka mengetahui."(Al-Baqarah:102)
Ayat yang mulia ini juga menunjukkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu sihir, sesungguhnya mereka mempelajari hal-hal yang hanya mendatangkan mudharat bagi diri mereka sendiri, dan tidak pula mendatangkan sesuatu kebaikan di sisi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Ini merupakan ancaman berat yang menunjukkan betapa besar kerugian yang diderita oleh mereka di dunia ini dan di Akhirat nanti. Mereka sesungguhnya telah memperjualbelikan diri mereka dengan harga yang sangat murah, itulah sebabnya Allah berfirman :
"Dan alangkah buruknya perbuatan mereka menjual dirinya dengan sihir itu, seandainya mereka mengetahui."
Kita memohon kepada Allah kesejahteraan dan keselamatan dari kejahatan sihir dan semua jenis praktek perdukunan serta tukang sihir dan tukang ramal. Kita memohon pula kepadaNya agar kaum muslimin terpelihara dari kejahatan mereka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan pertolongan kepada kaum muslimin agar senantiasa berhati-hati terhadap mereka, dan melaksanakan hukum Allah dengan segala sangsi-sangsinya kepada mereka, sehingga manusia menjadi aman dari kejahatan dan segala praktek keji yang mereka lakukan.
Sungguh Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia!.
TATA CARA MENANGKAL DAN MENANGGULANGI SIHIR
Allah telah mensyari'atkan kepada hamba-hambaNya supaya mereka menjauhkan diri dari kejahatan sihir sebelum terjadi pada diri mereka. Allah juga menjelaskan tentang bagaimana cara pengobatan sihir bila telah terjadi. Ini merupakan rahmat dan kasih sayang Allah, kebaikan dan kesempurnaan nikmatNya kepada mereka.
Berikut ini beberapa penjelasan tentang usaha menjaga diri dari bahaya sihir sebelum terjadi, begitu pula usaha dan cara pengobatannya bila terkena sihir, yakni cara-cara yang dibolehkan menurut hukum syara':
Pertama: Tindakan preventif, yakni usaha menjauhkan diri dari bahaya sihir sebelum terjadi. Cara yang paling penting dan bermanfaat ialah penjagaan dengan melakukan dzikir yang disyari'atkan, membaca do'a dan ta'awwudz sesuai dengan tuntunan Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya seperti di bawah ini:
A. Membaca ayat Kursi setiap selesai shalat lima waktu, sesudah membaca wirid yang disyari'atkan setelah salam, atau dibaca ketika akan tidur. Karena ayat Kursi termasuk ayat yang paling besar nilainya di dalam Al-Qur'an. Rasulullah 'Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu hadits shahihnya :

"Barangsiapa membaca ayat Kursi pada malam hari, Allah senantiasa menjaganya dan syetan tidak mendekatinya sampai Shubuh."

Ayat Kursi terdapat dalam surat Al-Baqarah ayat 255 yang bunyinya :
"Allah tidak ada Tuhan selain Dia, Yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhlukNya), tidak mengantuk dan tidak tidur, kepunyaanNya apa yang ada di langit dan apa yang di bumi. Siapakah yang dapat memberi syafa'at di sisi Allah tanpa izinNya? Allah mengetahui apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendakiNya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar."

B. Membaca surat Al-Ikhlas, surat Al-Falaq, dan surat An-Naas pada setiap selesai shalat lima waktu, dan membaca ketiga surat tersebut sebanyak tiga kali pada pagi hari sesudah shalat Shubuh, dan menjelang malam sesudah shalat Maghrib, sesuai dengan hadits riwayat Abu Dawud, At-Tirmidzi dan An-Nasa'i.

C. Membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah yaitu ayat 285-286 pada permulaan malam, sebagaimana sabda Rasulullah :

"Barangsiapa membaca dua ayat terakhir dari surat Al-Baqarah pada malam hari, maka cukuplah baginya."

Adapun bacaan ayat tersebut adalah sebagai berikut:
"Rasul telah beriman kepada Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasulNya. (Mereka mengatakan), 'Kami tidak membeda-bedakan antara seseorang (dengan yang lain) dari rasul-rasulNya'. (Mereka berdo'a): 'Ampunilah kami, ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali."

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kewajiban) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka berdo'a), 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya, beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, maka tolonglah kami terhadap orang-orang yang kafir."

D. Banyak berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna.
Hendaklah dibaca pada malam hari dan siang hari ketika berada di suatu tempat, ketika masuk ke dalam suatu bangunan, ketika berada di tengah padang pasir, di udara atau di laut. Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam :

"Barangsiapa singgah di suatu tempat dan dia mengucapkan: 'A'uudzu bi kalimaatillahi attaammaati min syarri maa khalaq' (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan makhluk ciptaanNya), maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakannya sampai ia pergi dari tempat itu."

E. Membaca do'a di bawah ini masing-masing tiga kali pada pagi hari dan menjelang malam :

"Dengan nama Allah, yang bersama namaNya, tidak ada sesuatu pun yang membahayakan, baik di bumi maupun di langit dan Dia Maha Mendengar dan Maha Mengetahui." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
Bacaan-bacaan dzikir dan ta'awwudz ini merupakan sebab-sebab yang besar untuk memperoleh keselamatan dan untuk menjauhkan diri dari kejahatan sihir atau kejahatan lainnya. Yaitu bagi mereka yang selalu mengamalkannya secara benar disertai keyakinan yang penuh kepada Allah, bertumpu dan pasrah kepadaNya dengan lapang dada dan hati yang khusyu'.
Kedua: Bacaan-bacaan seperti ini juga merupakan senjata ampuh untuk menghilangkan sihir yang sedang menimpa seseorang, dibaca dengan hati yang khusyu', tunduk dan merendahkan diri, seraya memohon kepada Allah agar dihilangkan bahaya dan malapetaka yang dihadapi. Do'a-do'a berdasarkan riwayat yang kuat dari Rasulullah r untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh sihir dan lain sebagainya adalah sebagai berikut:
1. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam me-ruqyah (mengobati dengan membaca ayat-ayat Al-Qur'an atau do'a-do'a) sahabat-sahabatnya dengan bacaan :

Artinya: "Ya Allah, Tuhan segenap manusia….! Hilangkanlah sakit dan sembuhkanlah, Engkau Maha Penyembuh, tidak ada penyembuhan melainkan penyembuhan dariMu, penyembuhan yang tidak meninggalkan penyakit." (HR. Al-Bukhari).

2. Do'a yang dibaca Jibril , ketika meruqyah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.

"Dengan nama Allah, aku meruqyahmu dari segala yang menyakitkanmu, dan dari kejahatan setiap diri atau dari pandangan mata yang penuh kedengkian, semoga Allah menyembuhkanmu, dengan nama Allah aku meruqyahmu." Bacaan ini hendaknya diulang tiga kali.

3. Pengobatan sihir cara lainnya, terutama bagi laki-laki yang tidak dapat berjimak dengan istrinya karena terkena sihir. Yaitu, ambillah tujuh lembar daun bidara yang masih hijau, ditumbuk atau digerus dengan batu atau alat tumbuk lainnya, sesudah itu dimasukkan ke dalam bejana secukupnya untuk mandi; bacakan ayat Kursi pada bejana tersebut; bacakan pula surat Al-Kafirun, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas, dan ayat-ayat sihir dalam surat Al-A'raf ayat 117-119, surat Yunus ayat 79-82 dan surat Thaha ayat 65-69.

Surat Al-A'raf ayat 117-119 yang bunyinya:
"Dan Kami wahyukan kepada Musa: 'Lemparkanlah tongkatmu!' Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu, nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka orang-orang yang hina."

Surat Yunus ayat 79-82:
"Fir'aun berkata (kepada pemuka kaumnya): 'Datangkanlah kepadaku semua ahli sihir yang pandai'. Maka tatkala ahli-ahli sihir itu datang, Musa berkata kepada mereka: 'Lemparkanlah apa yang hendak kamu lemparkan'. Maka setelah mereka lemparkan, Musa berkata: 'Apa yang kamu lakukan itu, itulah sihir, sesungguhnya Allah akan menampakkan ketidakbenaran mereka. Sesungguhnya Allah tidak akan membiarkan terus berlangsung pekerjaan orang-orang yang membuat kerusakan. Dan Allah akan mengokohkan yang benar dengan ketetapanNya, walaupun orang-orang yang berbuat dosa tidak menyukai(nya)."

Surat Thaha ayat 65-69 yang bunyinya :
"Mereka bertanya,'Hai Musa (pilihlah), apakah kamu yang melemparkan (dahulu) atau kamilah yang mula-mula melemparkan?' Musa menjawab,'Silahkan kamu sekalian melemparkan'. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang oleh Musa seakan-akan ia merayap cepat lantaran sihir mereka. Maka Musa merasa takut dalam hatinya. Kami berfirman: 'Janganlah kamu takut, sesungguhnya kamulah yang paling unggul (menang). Dan lemparkanlah apa yang ada di tangan kananmu, niscaya ia akan menelan apa yang mereka perbuat, sesungguhnya apa yang mereka perbuat itu adalah tipu daya tukang sihir (belaka). Dan tidak akan menang tukang sihir itu dari mana saja ia datang."
Setelah selesai membaca ayat-ayat tersebut di atas hendaklah diminum sedikit airnya dan sisanya dipakai untuk mandi.)
Dengan cara ini mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta'ala menghilangkan penyakit yang sedang dideritanya.
4. Cara pengobatan lainnya, sebagai cara yang paling bermanfaat ialah berupaya mengerahkan tenaga dan daya untuk mengetahui di mana tempat sihir terjadi, di atas gunung atau di tempat manapun ia berada, dan bila sudah diketahui tempatnya, diambil dan dimusnahkan sehingga lenyaplah sihir tersebut.

Inilah beberapa penjelasan tentang perkara-perkara yang dapat menjaga diri dari sihir dan usaha pengobatan atau cara penyembuhannya, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan.

Adapun pengobatan dengan cara-cara yang dilakukan oleh tukang-tukang sihir, yaitu dengan mendekatkan diri kepada jin disertai dengan penyembelihan hewan, atau cara-cara mendekatkan diri lainnya, maka semua ini tidak dibenarkan karena termasuk perbuatan syirik paling besar yang wajib dihindari.

Demikian pula pengobatan dengan cara bertanya kepada dukun,'arraaf (tukang ramal) dan menggunakan petunjuk sesuai dengan apa yang mereka katakan. Semua ini tidak dibenarkan dalam Islam, karena dukun-dukun tersebut tidak beriman kepada Allah; mereka adalah pendusta dan pembohong yang mengaku mengetahui hal-hal ghaib, dan kemudian menipu manusia.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memperingatkan orang-orang yang mendatangi mereka, menanyakan dan membenarkan apa yang mereka katakan, sebagaimana telah dijelaskan hukum-hukumnya di awal tulisan ini.

Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kita memohon, agar seluruh kaum muslimin dilimpahkan kesejahteraan dan keselamatan dari segala kejahatan, dan semoga Allah melindungi mereka, agama mereka, dan menganugerahkan kepada mereka pemahaman dan agamaNya, serta memelihara mereka dari segala sesuatu yang menyalahi syari'atNya




Website “Yayasan Al-Sofwa”
Jl. Raya Lenteng Agung Barat, No.35 Jagakarsa, Jakarta - Selatan (12610)
Telpon: (021)-788363-27 , Fax:(021)-788363-26
www.alsofwah.or.id ; E-mail: info@alsofwah.or.id

9/20/2009

Belajar Cari Uang Lewat Facebook

Belajar Cari Uang Lewat Facebook: "Kompas.Com - Menneg PP Tak Pernah Gunakan Facebook
Menneg PP Tak Pernah Gunakan Facebook. The Daily Mail. Facebook Artikel Terkait: Chris John Kecanduan Facebook · Sewa Pengacara Singapura,

Bakawan Web Design | Artikel Facebook
Bagaimana cari temen facebook ? mudah kok tinggal add aja siapa aja setiap orang hehehe mau artis mau pejabat, selama punya account facebook bisa kita add

Mabuk Facebook
Awas Kecanduan. Situs jejaring sosial kini mulai digemari para penikmat internet. Mulai dari blog, Plurk, Hi5, Twitter, Friendster hingga yang sedang

RomiSatriaWahono.Net » Facebook Personal Branding: Pakai Friends
e-Learning, Software Engineering, Personal Branding, Corporate Blogging, Internet Marketing, Knowledge Management and Open Content.



Source :

Offers Review and Software Download Free
"

9/14/2009

Setting Dial

Setting Dial Up Internet menggunakan operator CDMA dan GSM

Sebenarnya Setting Dial Up Internet menggunakan operator CDMA dan GSM merupakan postingan lama dan banyak dibahas di internet, tetapi untuk menyegarkan kembali pengetahuan tentang cara Setting Dial Up Internet menggunakan operator CDMA dan GSM saya angkat lagi ke permukaan siapa tahu anda sudah lupa.

Zaman sekarang memang zamannya internet, mulai dari anak SD sampai Orang tua semuanya bermain internet, mulai dari HP sampai PC dan Laptop, yang jadi masalah adalah bagaimana caranya mengseting Dial Up Internet dengan menggunakan HP modem yang disambungkan dengan PC atau laptop atau hanya dengan menggunakan HP saja. Nah ini dia :

1. Telkomsel Flash – Halo/Simpati/As (Waktu)
Dial Up Number : *99***1#
User Name :
Password :
Access Point : FLASH
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,”flash”

2. Telkomsel GPRS – Halo/Simpati/As (Data)
Dial Up Number : *99***1#
User Name : wap
Password : wap123
Access Point : TELKOMSEL
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,”internet”

3. Indosat – Matrix – (Data)
Dial Up Number : *99***1#
User Name :
Password :
Access Point : www.satelindogprs.com
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,” www.satelindogprs.com”

4. Indosat – Mentari – (Data)
Dial Up Number : *99***1#
User Name : indosat
Password : indosat
Access Point : www.satelindogprs.com
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,” www.satelindogprs.com”

5. Indosat – IM3 – (Data)
Dial Up Number : *99***1#
User Name : gprs
Password : im3
Access Point : www.indosat-m3.net
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,” www.indosat-m3.net”

6. Indosat – IM3 – (Waktu)
Dial Up Number : *99***1#
User Name : indosat@durasi
Password : indosat@durasi
Access Point : www.indosat-m3.net
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,” www.indosat-m3.net”

7. XL – Xplor/Bebas/Jempol (Data)
Dial Up Number : *99***1#
User Name : xlgprs
Password : proxl
Access Point : www.xlgprs.net
Extra Setting : at+cgdcont=1,”IP”,” www.xlgprs.net”

8. Telkom Flexi – Classy/Trendy (Data)
Dial Up Number : #777
User Name : telkomnet@flexi
Password : telkom
Access Point :
Extra Setting : at+crm=1
9. Telkom Flexi – Classy/Trendy (Waktu)
Dial Up Number : 080989999
User Name : telkomnet@instan
Password : telkom
Access Point :
Extra Setting : at+crm=0

10. Mobile 8 – Fren
Dial Up Number : #777
User Name : m8
Password : m8
Access Point :
Extra Setting :

11. Starone
Dial Up Number : #777
User Name : starone
Password : indosat
Access Point :
Extra Setting :

12. Esia (Waktu)
Dial Up Number : #777
User Name : esia
Password : esia
Access Point :
Extra Setting :

Semoga dapat membantu bagi anda yang selalu lupa seperti saya bagaimana caranya Setting Dial Up Internet menggunakan operator CDMA dan GSM sekali lagi selamat mencoba dan semoga bermanfaat. keep blogging.

9/13/2009

Darah Kebiasaan Wanita

Darah Kebiasaan Wanita oleh : Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al Utsaimin
Makna Haid Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah syara' ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena suatu sebab, dan pada waktu tertentu. Jadi haid adalah darah normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau kelahiran. Oleh karena ia darah normal, maka darah tersebut berbeda sesuai kondisi, lingkungan dan iklimnya, sehingga terjadi perbedaan yang nyata pada setiap wanita. Hikmah Haid Adapun hikmahnya, bahwa karena janin yang ada di dalam kandungan ibu tidak dapat memakan sebagaimana yang dimakan oleh anak yang berada di luar kandungan, dan tidak mungkin bagi si ibu untuk menyampaikan sesuatu makanan untuknya, maka Allah Ta'ala telah menjadikan pada diri kaum wanita proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dimakan dan dicerna, yang sampai kepada tubuh janin melalui tali pusar, di mana darah tersebut merasuk melalui urat dan menjadi zat makanannya. Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baik Pencipta. Inilah hikmah haid. Karena itu, apabila seorang wanita sedang dalam keadaan hamil tidak mendapatkan haid lagi, kecuali jarang sekali. Demikian pula wanita yang menyusui sedikit haid, terutama pada awal masa penyusuan.
Usia Haid Usia haid biasanya antara 12 sampai dengan 50 tahun Dan kemungkinan seorang wanita sudah mendapatkan haid sebelum usia 12 tahun, atau masih mendapatkan haid sesudah usia 50 tahun. Itu semua tergantung pada kondisi, lingkungan dan iklim yang mempengaruhinya. Para ulama, rahimahullah, berbeda pendapat tentang apakah ada batasan tertentu bagi usia haid, di mana seorang wanita tidak mendapatkan haid sebelum atau sesudah usia tersebut? Ad-Darimi, setelah menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah ini, mengatakan: "Hal ini semua, menurut saya, keliru. Sebab, yang menjadi acuan adalah keberadaan darah. Seberapa pun adanya, dalam kondisi bagaimana pun, dan pada usia berapapun, darah tersebut wajib dihukumi sebagai darah haid. Dan hanya Allah Yang Maha Tahu. (Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, Juz 1, hal 486) Pendapat Ad-Darimi inilah yang benar dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi, kapan pun seorang wanita mendapatkan darah haid berarti ia haid, meskipun usianya belum mencapai 9 tahun atau di atas 50 tahun. Sebab, Allah dan Rasul-Nya mengaitkan hukum-hukum haid pada keberadaan darah tersebut, serta tidak memberikan batasan usia tertentu. Maka, dalam masalah ini, wajib mengacu kepada keberadaan darah yang telah dijadikan sandaran hukum. Adapun pembatasan padahal tidak ada satupun dalil yangmenunjukkan hal tersebut . Masa Haid
Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan masa atau lamanya haid. Ada sekitar enam atau tujuh pendapat dalam hal ini. Ibnu Al-Mundzir mengatakan: "Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya''. Pendapat ini seperti pendapat Ad-Darimi di atas, dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dan itulah yang benar berdasarkan Al Qur'an, Sunnah dan logika. Dalil pertama: Firman Allah Ta 'ala. "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu suatu kotoran". Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci" (Al-Baqarah :222). Dalam ayat ini, yang dijadikan Allah sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan berlalunya sehari-semalam, ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa illat (alasan) hukumnya adalah haid, yakni ada atau tidaknya. Jadi, jika ada haid berlakulah hukum itu dan jika telah suci(tidakhaid) tidakberlaku lagi hukum-hukum haid tersebut. Dalil kedua: Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi bersabda kepada Aisyah yang mendapatkan haid ketika dalam keadaan ihram untuk umrah: "Lakukanlah apa yang dilakukan jemaah haji, hanya saja jangan melakukan tawaf di ka'bah sebelum kamu suci". Kata Aisyah: "Setelah masuk hari raya kurban, barulah aku suci". Dalam Shahih Al Bukhari, diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda kepada Aisyah: "Tunggulah. Jika kamu suci, maka keluarlah ke Tan'im" Dalam hadits ini, yang dijadikan Nabi sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan suatu masa tertentu. Ini menunjukkan bahwa hukum tersebut berkaitan dengan haid, yakni ada dan tidaknya. Dalil ketiga: Bahwa pembatasan dan rincian yang disebutkan para fuqaha dalam masalah ini tidak terdapat dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasalam ; padahal ini perlu, bahkan amat mendesak untuk dijelaskan. Seandainya batasan dan rincian tersebut termasuk yang wajib dipahami oleh manusia dan diamalkan dalam beribadah kepada Allah, niscaya telah dijelaskan secara gamblang oleh Allah dan Rasul-Nya kepada setiap orang, mengingat pentingnya hukum-hukum yang diakibatkannya yang berkenaan dengan shalat, puasa, nikah, talak, warisan dan hukum lainnya. Sebagaimana AUah dan Rasul-Nya telah menjelaskan tentang shalat: jumlah bilangan rakaatnya, waktu-waktunya, ruku' dan sujudnya; tentang zakat: jenis hartanya, nisabnya, persentasenya dan siapa yang berhak menerimanya; tentang puasa: waktu dan masanya; tentang haji dan masalah-masalah lainnya, bahkan tentang etiket makan, minum, tidur, jima' (hubungan suami-isteri), duduk, masuk dan keluar rumah, buang hajat, sampai jumlah bilangan batu untuk bersuci dari buang hajat, dan perkara-perkara lainnya baik yang kecil maupun yang besar, yang merupakan kelengkapan agama dan kesempumaan nikmat yang dikaruniakanAllah kepada kaum Mu'minin.
Oleh karena pembatasan dan rincian tersebut tidak terdapat dalam Kitab Allah dan Sunnah Nabi SAW maka nyatalah bahwa hal itu tidak dapat dijadikan patokan. Namun, yang sebenarnya dijadikan patokan adalah keberadaan haid, yang telah dikaitkan dengan hukum-hukum syara' menurut ada atau tidaknya. Dalil ini - yakni suatu hukum tidak dapat diterima jika tidak terdapat dalam Kitab dan Sunnah - berguna bagi Anda dalam masalah ini dan masalah-masalah ilmu agama lainnya, karena hukum-hukum syar'i tidak dapat ditetapkan kecuali berdasarkan dalil syar'i dari Kitab Allah, atau Sunnah Rasul-Nya atau ijma' yang diketahui, atau qiyas yang shahih. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam salah satu kaidah yang dibahasnya, mengatakan: "Di antara sebutan yang dikaitkan oleh Allah dengan berbagai hukum dalam Kitab dan Sunnah, yaitu sebutan haid. Allah tidak menentukan batas minimal dan maksimalnya, ataupun masa suci diantara dua haid. Padahal umat membutuhkannya dan banyak cobaan yang menimpa mereka karenanya. Bahasa pun tidak membedakan antara satu batasan dengan batasan lainnya. Maka barangsiapa menentukan suatu batasan dalam masalah ini, berarti ia telah menyalahi Kitab dan Sunnah. Dalil keempat: Logika atau qiyas yang benar dan umum sifatnya. Yakni, bahwa Allah menerangkan 'illat (alasan) haid sebagai kotoran. Maka manakala haid itu ada, berarti kotoran pun ada. Tidak ada perbedaan antara hari kedua dengan hari pertama, antara hari keempat dengan hari ketiga. Juga tidak ada perbedaan antara hari keenam belas dengan hari kelima belas, atau antara hari kedelapanbelas dengan hari ketujuh belas. Haid adalah haid dan kotoran adalah kotoran. Dalam kedua hari tersebut terdapat 'illat yang sama. Jika demikian. Bagaimana mungkin dibedakan dalam hukum di antara kedua hari itu, padahal keduanya sama dalam 'illat? Bukankah hal inibertentangandengan qiyas yang benar? Bukankah menurut qiyas yang benar bahwa kedua hari tersebut sama dalam hukum karena kesamaan keduanya dalam 'illat? Dalil kelima: Adanya perbedaan dan silang pendapat dikalangan ulama yang memberikan batasan, menunjukkanbahwa dalam masalah ini tidak ada dalil yang harus dijadikan patokan. Namun, semua itu merupakan hukum-hukum ijtihad yang bisa salah dan bisa juga benar, tidak ada satu pendapat yang lebih patut diikuti daripada lainnya. Dan yang menjadi acuan bila terjadi perselisihan pendapat adalah Al Qur'an dan Sunnah. Jika ternyata pendapat yang menyatakan tidak ada batas minimal atau maksimal haid adalah pendapat yang kuat dan yang rajih, maka perlu diketahui bahwa setiap kali wanita melihat darah alami, bukan disebabkan luka atau lainnya, berarti darah itu darah haid, tanpa mempertimbangkan masa atau usia. Kecuali apabila keluamya darah itu terus menerus tanpa henti atau berhenti sebentar saja seperti sehari atau dua hari dalam sebulan, maka darah tersebut adalah darah istihadhah. Dan akan dijelaskan, Insya Allah, tentang istihadhah dan hukum-hukumnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Pada prinsipnya, setiap darah yang keluar dari rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah itu istihadhah." Kata beliau pula: "Maka darah yang keluar adalah haid, bila tidak diketahui sebagai darah penyakit atau karena luka."
Pendapat ini sebagaimana merupakan pendapat yang kuat berdasarkan dalil, juga merupakan pendapat yang paling dapat dipahami dan dimengerti serta lebih mudah diamalkan dan diterapkan daripada pendapat mereka yang memberikan batasan. Dengan demikian,pendapat inilah yang lebih patut diterima karena sesuai dengan semangat dan kaidah agama Islam, yaitu: mudah dan gampang. Finman Allah Ta 'ala: "Dan Dia (Allah) sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. " (Al Hajj : 78 ) Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam : "Sungguh agama (Islam) itu mudah. Dan tidakseorang pun mempersulit (berlebih-lebihan) dalam agamanya kecuali akan terkalahkan. Maka berlakulah lurus, sederhana (tidak melampaui batas) dan sebarkan kabar gembira. " (Hadits riwayat Al Bukhari). Dan di antara akhlak Nabi shallallahu alaihi wasalam bahwajika beliau diminta memilih antara dua perkara, maka dipilihnya yang termudah selama tidak merupakan perbuatan dosa. Haid Wanita Hamil Pada umumnya, seorang wanita jika dalam keadaan hamil akan berhenti haid (menstruasi). Kata Imam Ahmad, rahimahullah, " Kaumwanita dapat mengetahui adanya kehamilan dengan berhentinya haid". Apabila wanita hamil mengeluarkan darah sesaat sebelum kelahiran (dua atau tiga hari) dengan disertai rasa sakit, maka darah tersebut adalah darah nifas. Tetapi jika terjadi jauh hari sebelum kelahiran atau mendekati kelahiran tanpa disertai rasa sakit, maka darah itu bukan darah nifas. Jika bukan, apakah itu termasuk darah haid yang berlaku pula baginya hukum-hukum haid atau disebut darah kotor yang hukumnya tidak seperti hukum-hukum haid? Ada perbedaan pendapat di antara para ulama dalam masalah ini. Dan pendapat yang benar, bahwa darah tadi adalah darah haid apabila terjadi pada wanita menurut kebiasaan waktu haidnya. Sebab, pada prinsipnya, darah yang terjadi pada wanita adalah darah haid selama tidak ada sebab yang menolaknya sebagai darah haid. Dan tidak ada keterangan dalam Al Qur'an maupun Sunnah yang menolak kemungkinan tejadinya haid pada wanita hamil. Inilah madzhab Imam Malik dan Asy-Syafi'i, juga menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Disebutkan dalam kitab Al Ikhtiyarat (hal. 30): "Dan dinyatakan oleh Al-Baihaqi menurut salah satu riwayat sebagai pendapat dari Imam Ahmad, bahkan dinyatakan bahwa Imam Ahmad telah kembali kepada pendapat ini". Dengan demikian, berlakulah pada haid wanita hamil apa yang juga berlaku pada haid wanita tidak hamil, kecuali dalam dua masalah: Talak. Diharamkan mentalak wanitatidakhamildalam keadaan haid, tetapi tidak diharamkan terhadap wanita hamil. Sebab, talak dalam keadaan haid terhadap wanita tidak hamil menyalahi firman Allah Ta 'ala: "... apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)..."(Ath-Thalaaq: 1)
Adapun mentalak wanita hamil dalam keadaan haid tidak menyalahi firman Allah. Sebab, siapa yang mentalak wanita hamil berarti ia mentalaknya pada saat dapat menghadapi masa iddahnya, baik dalam keadaan haid ataupun suci, karena masa iddahnya dengan kehamilan. Untuk itu, tidak diharamkan mentalak wanita hamil sekalipun setelah melakukan jima' (senggama), dan berbeda hukumnya dengan wanita tidak hamil. Iddah Bagi wanita hamil iddahnya berakhir dengan melahirkan, meski pernah haid ketika hamil ataupun tidak. Berdasarkan firman Allah Ta 'ala: "Dan Perempuan-perempan yang hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan kandungannya." ( Ath-Thalaaq : 4 )
Hal-hal diluar Kebiasaan Haid Ada beberapa hal yang terjadi di luar kebiasaan haid:
• Bertambah atau berkurangnya masa haid. Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari, tetapi tiba-tiba haidnya berlangsung sampai tujuh hari. Atau sebaliknya, biasanya haid selama tujuh hari, tetapi tiba-tiba suci dalam masa enam hari.
• Maju atau mundur waktu datangnya haid. Misalnya, seorang wanita biasanya haid pada akhir bulan lain tiba-tiba pada awal bulan. Atau biasanya haid pada awal bulan lain tiba-tiba haid pada akhir bulan. Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi kedua hal di atas. Namun, pendapat yang benar bahwa searang wanita jika mendapatkan darah haid maka dia berada dalam keadaan haid dan jika tidak mendapatkannya berarti dia dalam keadaan suci, meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari kebiasaannya serta maju atau mundur dari waktu kebiasaannya. Dan telah disebutkan pads pasal terdahulu dalil yang memperkuat pendapat ini, yaitu bahwa Allah telah mengaitkan hukum-hukum haid dengan keberadaan haid. Pendapat tersebut merupakan madzhab ImamAsy-Syafi'I dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Pengarang kitab Al Mughni pun ikut menguatkan pendapat ini dan membelanya, katanya: "Andaikata adat kebiasaan menjadi dasar pertimbangan menurut yang disebutkan dalam madzhab, niscaya dijelaskan oleh Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya dan tidak akan ditunda-tunda lagi penjelasannya, karena tidak mungkin beliau menunda-nunda penjelasan pada saat dibutuhkan. Isteri-isteri beliau dan kaum wanita lainnya pun membutuhkan penjelasan itu pada setiap saat, maka beliau tidak akan mengabaikan hal itu. Namun, ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menyebutkan tentang adat kebiasaan ini atau menjelaskannya kecuali yang berkenaan denganwanita yang istihadhah saja."
• Darah berwarna kuning atau keruh. Yakni seorang wanita mendapatkan darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman.
Jika hal ini tejadi pada saat haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah darah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Namun, jika terjadi sesudah masa suci, maka itu bukan darah haid. Berdasarkan riwayat yang disampaikan oleh Ummu Athiyah Radhiyallahu 'Anha: "Kami tidak menganggap, apa-apa darah yang berwarna kuning atau keruh sesudah masa suci" Hadits ini diriwayatkan Abu Dawud dengan sanad shahih. Diriwayatkan pula oleh Al-Bukhari tanpa kalimat "sesudah masa suci ", tetapi beliau sebutkan dalam "Bab Darah Warna Kuning Atau Keruh Di Luar Masa Haid". Dan dalam Fathul Baari dijelaskan: "Itu merupakan isyarat Al-Bukhari untuk memadukan antara hadits Aisyah yang menyatakan, "sebelum kamu melihat lendir putih " dan hadits Ummu Athiyah yang disebutkan dalam bab ini, bahwa maksud hadits Aisyah adalah saat wanita mendapatkan darah berwarna kuning atau keruh pada masa haid. Adapun di luar masa haid, maka menurut apa yang disampaikan Ummu Athiyah". Hadits Aisyah yang dimaksud yakni hadits yang disebutkan oleh Al-Bukhari pada bab sebelumnya bahwa kaum wanita pernah mengirimkan kepadanya sehelai kain berisi kapas (yang digunakan wanita untuk mengetahui apakah masih ada sisa noda haid) yang masih terdapat padanya darah berwarna kuning. Maka Aisyah berkata: "Janganlah tergesa-gesa sebelum kamu melihat lendir putih ': maksudnya cairan putih yang keluar dari rahim pada saat habis masa haid.
• Darah haid keluar secara terputus-putus. Yakni sehari keluar darah dan sehari lagi tidak keluar. Dalam hal ini terdapat 2 kondisi :
o Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu, maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadhah.
o Jika kondisi ini tidak selalu terjadi pada seorang wanita tetapi kadangkala saja datang dan dia mempunyai saat suci yang tepat. Maka para ulama berbeda pendapat dalam menentukan kondisi` ketika tidak keluar darah. Apakah hal ini merupakan masa suci atau ternasuk dalam hukum haid?
Madzhab Imam Asy-Syafi'i, menurut salah satu pendapatnya yang paling shahih, bahwa hal ini masih termasuk dalam hukum haid. Pendapat ini pun menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan pengarang kitab AI-Faiq, juga merupakan madzhab Imam Abu Hanifah. Sebab, dalam kondisi seperti ini tidak didapatkan lendir putih; kalaupun diljadikan sebagai keadaan suci berarti yang sebelumnya adalah haid dan yang sesudahnya pun haid, dan tak ada seorangpun yang menyatakan demikian, karena jika demikian niscaya masa iddah dengan perhitutungan quru' (haid atau suci) akan berakhir dalam masa lima hari saja. Begitu pula jika dijadikan sebagai keadaan suci, niscaya akan merepotkan dan menyulitkan karena harus mandi dan lain sebagainya setiap dua hari; padahal tidaklah syari'at itu menyulitkan. Walhamdulillah. Adapun yang masyhur menurut madzhab pengikut Imam Ahmad bin Hanbal, jika darah keluar berarti haid dan jika berhenti berarti suci; kecuali apabila jumlah masanya melampaui jumlah maksimal masa haid, maka darah yang melampaui itu adalah istihadhah.
Dikatakan dalam kitab Al-Mughni: "Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka seyogyanya tidak dianggap sebagai keadaan suci. Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan berkenaan dengan nifas, bahwa berhentinya darah yang kurang dari sehari takperlu diperhatikan. Dan inilah yang shahih, Insya Allah. Sebab, dalam keadaan keluarya darah yang terputus-putus (sekali keluar sekalitidak) bila diwajibkan mandi bagi wanita pada setiap saat terhenti keluarnya darah tentu hal itu menyulitkan, padahal Allah Ta 'ala berfinnan: Atas dasar ini, berhentinya darah yang kurang dari sehari bukan merupakan keadaan suci kecuali jika si wanita mendapatkan bukti yang menunjukkan bahwa ia suci. Misalnya, berhentinya darah tersebut: pada akhir masa kebiasaannya atau ia melihat lendir putih." Dengan demikian, apa yang disampaikan pengarang kitab Al-Mughni merupakan pendapat moderat antara dua pendapat di atas. Dan Allah Maha Mengetahui yang benar.
• Terjadi pengeringan darah. Yakni, si wanita tidak mendapatkan selain merasa lembab atau basah (pada kemaluannya). Jika hal ini terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum masa suci, maka dihukumi sebagai haid. Tetapi jika terjadi setelah masa suci, maka tidak termasuk haid. Sebab, keadaan seperti ini paling tidak dihukumi sama dengan keadaan darah berwarna kuning atau keruh.
Hukum-Hukum Haid Terdapat banyak hukum haid, ada lebih dari dua puluh hukum. Dan kami sebutkan di sini hukum-hukum yang kami anggap banyak diperlukan, antara lain:
• Shalat Diharamkan bagi wanita haid mengerjakan shalat, baik fardhu maupun sunat, dan tidak sah shalatnya. Jugatidak wajib baginya mengerjakan shalat, kecuali jika ia mendapatkan sebagian dari waktunya sebanyak satu rakaat sempuma, baik pada awal atau akhir waktunya. Contoh pada awal waktu: seorang wanita haid setelah matahari terbenam tetapi ia sempat mendapatkan sebanyak satu rakaat dari waktunya. Maka wajib baginya, setelah suci, mengqadha' shalat maghrib tersebut karena ia telah mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu rakaat sebelum kedatangan haid. Adapun contoh pada akhir waktu, seorang wanita suci dari haid sebelum matahari terbit dan masih sempat mendapatkan satu rakaat dari waktunya. Maka wajib baginya, setelah bersuci, mengqadha' shalat Subuh tersebut karena ia masih sempat mendapatkan sebagian dari waktunya yang cukup untuk satu rakaat. Namun, jika wanita yang haid mendapatkan sebagian dari waktu shalat yang tidak cukup untuk satu rakaat sempuma; seperti: kedatangan haid - pada contoh pertama - sesaat setelah matahari terbenam, atau suci dari haid - pada contoh kedua - sesaat sebelum matahari terbit, maka shalat tersebut tidak wajib baginya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat itu. (Hadits Muttafaq 'alaih). Pengertiannya, siapa yang mendapatkan kurang dari satu rakaat berarti tidak mendapatkan shalat tersebut.
Jika seorang wanita haid mendapatkan satu rakaat dari waktu Asar, apakah wajib baginya mengerjakan shalat dzuhur bersama Ashar, atau mendapatkan satu rakaat dari waktu Isya' apakah wajib baginya mengerjakan shalat Maghrib bersama Isya'? Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama dalam masalah ini. Dan yang benar, bahwa tidak wajib baginya kecuali shalat yang didapatkan sebagian waktunya saja, yaitu shalat Ashar dan Isya'. Karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat Ashar sebelum matahari terbenam, maka dia telah mendapatkan shalatAshav itu ': (Hadits muttafaq 'alaih). Nabi tidak menyatakan "maka ia telah mendapatkan shalat Zuhur dan Ashar", juga tidak menyebutkan kewajiban shalat Zhuhur baginya. Dan menurut kaidah, seseorang itu pada prinsipnya bebas dari tanggungan. Inilah madzhab Imam Abu Hanifah dan Imam Malik, sebagaimana disebutkan dalam kitab Syarh Al-Muhadzdzab. 9 (Syarh Al-Muhadzdzab, Juz 3, hal. 70.) Adapun membaca dzikir, takbir, tasbih, tahmid dan bismillah ketika hendak makan atau pekerjaan lainnya, membaca hadits, fiqh, do'a dan aminnya, serta mendengarkan Al Qur'an, maka tidak diharamkanbagi wanita haid. Hal ini berdasarkan hadits dalam Shahih Al Bukhari - Muslim dan kitab lainnya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pemah bersandar di kamar Aisyah Radhiyallahu 'anha yang ketika itu sedang haid, lain beliau membaca Al Qur'an. Diriwayatkan pula dalam Shahih At Bukhari - Muslim dari Ummu 'Athiyah Radhiyallahu 'anha bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid - yakni ke shalat Idul Fitri dan Adha - serta supaya mereka ikut menyaksikan kebaikan dan doa orang-orang yang beriman. Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat. Sedangkan membaca Al Qur'an bagi wanita haid itu sendiri, jika dengan mata atau dalam hati tanpa diucapkan dengan lisan maka tidak apa-apa hukumnya. Misalnya, mushaf atau lembaran Al Qur'an diletakkaan lalu matanya menatap ayat-ayat seraya hatinya membaca. Menurut An-Nawawi dalam kitab Syarh AlMuhadzdzab hal ini boleh, tanpa ada perbedaan pendapat. Adapun jika wanita haid itu membaca Al Qur'an dengan lisan, maka banyak ulama mengharamkannya dan tidak membolehkannya. Tetapi Al-Bukhari, Ibnu JarirAt-Thabari dan Ibnul Mundzir membolehkannya. Juga boleh membaca ayat Al-Qur'an bagi wanita haid, menurut Malik dan Asy-Syafi'i dalam pendapatnya yang terdahulu, sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Bari ",serta menurut Ibrahim An-Nakha'i sebagaimana diriwayatkan Al-Bukhari. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Al-Fatawa kumpulan Ibnu Qasim mengatakan: "Pada dasarnya, tidak ada hadits yang melarang wanita haid membaca Al Qur'an. Sedangkan pemyataan "Wanita haid dan orang junub tidak boleh membaca ayat Al qur 'an " adalah hadits dhaif menurut kesepakatan para ahli hadits. Seandainya wanita haid dilarang membaca Al Qur'an, seperti halnya shalat, padahal pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kaum wanita pun mengalami haid, tentu hal ini termasuk yang dijelaskan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada umatnya, diketahui para isteri beliau sebagai ibu-ibu kaum mu'minin, serta disampaikan para sahabat kepada orang-orang. Namun, tidak ada seorangpun yang menyampaikan bahwa ada larangan dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam masalah ini. Karena itu, tidak boleh dihukumi haram selama diketahui bahwa Nabi tidak melarangnya. Jika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak
melarangnya, padahal banyak pula wanita haid pada zaman beliau, berarti hal ini tidak haram hukumnya." Setelah mengetahui perbedaan pendapat di antara para ulama, seyogyanya kita katakan, lebih utama bagi wanita haid tidak membaca Al Qur'an secara lisan, kecuali jika diperlukan. Misalnya, seorang guru wanita yang perlu mengajarkan membaca Al Qur'an kepada siswi-siswinya, atau seorang siswi yang pada waktu ujian perlu diuji dalam membaca Al Qur'an, dan lain sebagainya.
• Puasa Diharamkan bagi wanita haid berpuasa, baik puasa wajib maupun sunat, dan tidak sah puasa yang dilakukannya. Akan tetapi ia berkewajiban mengqadha' puasa yang wajib, berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha: "Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami mengqadha' puasa dan tidak diperintahkan mengqadha' shalat". (Hadits muttafaq 'alaih). Jika seorang wanita kedatangan haid ketika sedang berpuasa maka batallah puasanya, sekalipun hal itu terjadi sesaat menjelang maghrib, dan wajib baginya mengqadha' puasa hari itu jika puasa wajib. Namun, jika ia merasakan tanda-tanda akan datangnya haid sebelum maghrib, tetapi baru keluar darah setelah maghrib, maka menurut pendapat yang shahih bahwa puasanya itu sempuma dan tidak batal. Alasannya, darah yang masih berada di dalam rahim belum ada hukumnya. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika ditanya tentang wanita yang bermimpi dalam tidur seperti mimpinya orang laki-laki, apakah wajib mandi? Beliau pun menjawab: " Ya, jika wanita itu melihat adanya air mani" Dalam hadits ini Nabi mengaitkan hukum dengan melihat air mani, bukan dengan tanda-tanda akan keluarnya. Demikian pula masalah haid, tidak berlaku hukum-hukumnya kecuali dengan melihat adanya darah keluar, bukan dengan tanda-tanda akan keluarnya. Juga jika pada saat terbitnya fajar seorang wanita masih dalam keadaan haid maka tidak sah berpuasa pada hari itu, sekalipun ia suci sesaat setelah fajar. Tetapi jika suci menjelang fajar, maka sah puasanya sekalipun ia baru mandi setelah terbit fajar. Seperti halnya orang dalam keadaan junub, jika berniat puasa ketika masih dalam keadaan junub dan belum sempat mandi kecuali setelah terbit fajar, maka sah puasanya. Dasarya, hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha, katanya: "pernah suatu pagi pada bulan Ramadhan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam keadaan junub karena jima', bukan karena mimpi, lalu beliau berpuasa". (Hadits muttafaq 'alaih).
• Tawaf Diharamkan bagi wanita haid melakukan thawaf di Ka'bah, baik yang wajib maupun sunat, dan tidak sah thawafnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Aisyah: "Lakukanlah apayang dilakukanjemaah haji, hanya saja jangan melakukan rhavaf di Ka'bah sebelum kamu suci. Adapun kewajiban lainnya, seperti sa'i antara Shafa dan Marwah, wukuf di Arafah, bermalam di Muzdalifah dan Mina, melempar jumrah dan amalan haji serta umrah selain itu, tidak diharamkan. Atas dasar ini, jika seorang wanita melakukan thawaf dalam
keadaan suci, kemudian keluar haid langsung setelah thawaf, atau di tengah-tengah melakukan sa'i, maka tidak apa-apa hukumnya.
• Thawaf Wada' Jika seorang wanita telah mengejakan seluruh manasik haji dan umrah, lain datang haid sebelum keluar untuk kembali ke negerinya dan haid ini terus berlangsung sampai ia keluar, maka ia boleh berangkat tanpa thawaf wada'. Dasarya, hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma: "Diperintahkan kepada jemaah haji agar saat-saat terakhir bagi mereka berada di Baitullah (melakukan thawaf wada'), hanya saja hal itu tidak dibebankan kepada wanita haid. " (Hadits Muttafaq 'Alaih). Dan tidak disunatkan bagi wanita haid ketika hendak bertolak, mendatangi pintu Masjidil Haram dan berdo'a. Karena hal ini tidak ada dasar ajarannya dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam , sedangkan seluruh ibadah harus berdasarkan pada ajaran (sunnah) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam . Bahkan, menurut ajaran (sunnah) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah sebaliknya. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Shafiyah, Radhiyallahu 'anha, ketika dalam keadaan haid setelah thawaf ifadhah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya: "Kalau demikian, hendaklah ia berangkat" (Hadits Muttafaq 'Alaih). Dalam hadits ini, Nabi tidak menyuruhnya mendatangi pintu Masjidil Haram. Andaikata hal itu disyariatkan, tentu Nabi sudah menjelaskannya. Adapun thawaf untuk haji dan umrah tetap wajib bagi wanita haid, dan dilakukan setelah suci.
• Berdiam dalam Masjid Diharamkan bagi wanita haid berdiam dalam masjid, bahkan diharamkan pula baginya berdiam dalam tempat shalat Ied. Berdasarkanhadits Ummu Athiyah Radhiallahu bahwa ia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid...Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat." (Hadits Muttafaq 'Alaih).
• Jima' (senggama) Diharamkan bagi sang suami melakukan jima'dengan isterinya yang sedang haid, dan diharamkan bagi sang isteri memberi kesempatan kepada suaminya melakukan hal tersebut. Dalilnya, firman Allah Ta 'ala: "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah suatu kotoran': Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktuu haid dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka besuci…." (Al-Baqarah: 222) Yangdimaksud dengan ….. dalam ayat di atas adalah waktu haid atau tempat keluamya yaitu farji (vagina).Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Lakukan apa saja, kecuali nikah (yakni: bersenggama)." (Hadits riwayat Muslim). Umat Islam juga telah berijma' (sepakat) atas dilarangnya suami melakukan jima ' dengan isterinya yang sedang haid dalam farjinya. Oleh karena itu, tidak halal bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian melakukan perbuatan mungkar ini, yang telah dilarang oleh Kitab Allah, sunnah Rasul-
Nya shallallahu 'alaihi wasallam dan ijma' ummat Islam. Maka siapa yang melanggar larangan ini, berarti ia telah memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta mengikuti selain jalan orang-orang yang beriman. An-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' Syarh AlMuhadzdzab mengatakan: "Imam Asy-Syafi'i berpendapat bahwa orang yang melakukan hal itu telah berbuat dosa besar. Dan menurut para sahabat kami serta yang lainnya, orang yang menghalallkan senggama dengan isteri yang haid hukumnya kafir." Untuk menyalurkan syahwatnya, suami diperbolehkan melakukan selain jima' (senggama), seperti: berciuman, berpelukan dan bersebadan pada selain daerah farji (vagina). Namun, sebaiknya, jangan bersebadan pada daerah antara pusat dan lutut kecuali jika sang isteri mengenakan kain penutup. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Aisyah Radhiallahu 'anha: 74. "Pemah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkain, lalu beliau menggauliku sedang aku dalam keadaan haid." (Hadits muttafaq 'alaih).
• Talak Diharamkan bagi seorang suami mentalak isterinya yang sedang haid, berdasarkan firman Allah Ta 'ala: "Hai Nabi, apabila Kamu menceraikan isteri-terimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) ... "(Ath-Thalaq: 1) Maksudnya, isteri-isteri itu ditalak dalam keadaan dapat menghadapi iddah yang jelas. Berarti, mereka tidak ditalak kecuali dalam keadaan hamil atau suci sebelum digauli. Sebab, jika seorang isteri ditalak dalam keadaan haid, ia tidak dapat menghadapi iddahnya karena haid yang sedang dialami pada saat jatuhnya talak itu tidak dihitung termasuk iddah. Sedangkan jika ditalak dalam keadaan suci setelah digauli, berarti iddah yang dihadapinya tidakjelas karena tidak dapat diketahui apakah ia hamil karena digauli tersebut atau tidak. Jika hamil, maka iddahnya dengan kehamilan; danjika tidak, maka iddahnya dengan haid. Karena belum dapat dipastikan jenis iddahnya, maka diharamkan bagi sang suami mentalak isterinya sehingga jelas permasalahan tersebut. Jadi, mentalak isteri yang sedang haid haram hukumnya. Berdasarkan ayat di atas dan hadits dari Ibnu Umar yang diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan Muslim serta kitab hadits lainnya, bahwa ia telah menceraikan isterinya dalam keadaan haid, maka Umar (bapaknya) mengadukan hal itu kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam . Maka, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pun marah dan bersabda: "Suruh ia merujuk isterinya kemudian mempertahankannya sampai ia suci, lalu haid lalu suci lagi. Setelah itu, jika ia mau, dapat mempertahankannya atau mentalaknya sebelum digauli. Karena itulah iddah yang diperintahkan Allah dalam mentalak isteri." Dengan demikian,berdosalah seorang suami andai kata mentalak isterinya yang sedang haid. Ia harus bertaubat kepada Allah dan merujuk isterinya untuk kemudian mentalaknya secara syar'i sesuai dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Yakni, setelah merujuk isterinya hendaklah ia membiarkannya' sampai suci dari haid yang dialaminya ketika ditalak, kemudian haid lagi, setelah itu jika ia menghendaki dapat mempertahankannya atau mentalaknya sebelum digauli.
Dalam hal diharamkannya mentalak isteri yang sedang haid ada tiga masalah yang dikecualikan:
o Jika talak terjadi sebelum berkumpul dengan isteri atau sebelum menggaulinya (dalam keadaan pengantin baru misalnya, pent.), maka boleh mentalaknya dalam keadaan haid. Sebab, dalam kasus demikian, si isteri tidak terkena iddah, maka talak tersebut pun tidak menyalahi firman : "….Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat ( menghadapi) iddahnya (yang wajar)…" (Ath-Thalaq : 1)
o Jika haid terjadi dalam keadaan hamil, sebagaimana telah dijelaskan sebabnya pada pasal terdahulu.
o Jika talak tersebut atas dasar 'iwadh(penggantian), maka boleh bagi suami menceraikan isterinya yang sedang haid.
Misalnya, terjadi percekcokan dan hubungan yang tidak harmonis lagi antara suami-isteri. Lalu si isteri meminta suami agar mentalaknya dan suami memperoleh ganti rugi karenanya, maka hal itu boleh sekalipun isteri dalam keadaan haid. Berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma: " Bahwa isteri Tsabit bin Qais bin Syammas datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata : "Ya Rasulullah, sungguh aku tidak mencelanya dalam akhlak maupun agamanya, tetapi aku takut akan kekafiran dalam Islam." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bertanya : "Maukah kamu mengembalikan kepadanya?" Wanita itu menjawab: "Ya" Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun bersabda (kepada suaminya): "Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia" (Hadits riwayat Al-Bukhari). Dalam hadits tadi Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak bertanya apakah si isteri sedang haid atau suci. Dan karena talak ini dibayar oleh pihak isteri dengan tebusan atas dirinya maka hukumnya boleh dalam keadaan bagaimanapun, jika memang diperlukan Dalam kitab Al-Mughni disebutkan tentang alasan bolehnya khulu' (cerai atas permintaan pihak isteri dengan membayar tebusan) dalam keadaanhaid: "Dilarangnya talak dalam keadaan haid adalah adanya madhmat (bahaya) bagi si isteri dengan menunggu lamanya masa 'iddah. Sedang khulu ' adalah untuk menghilangkan madhmat bagi si isteri disebabkan hubungan yang tidak harmonis dan sudah tidak tahan tinggal bersama suami yang dibenci dan tidak disenanginya. Hal ini tentu lebih besar madharatnya bagi si isteri daripada menunggu lamanya masa 'iddah, maka diperbolehkan menghindari madharat yang lebih besar dengan menjalani sesuatu yang lebih ringan madharatnya. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak bertanya kepada wanita yang meminta Khulu' tentang keadaannya." Dan dibolehkan melakukan akad nikah dengan wanita yang sedang haid, karena hal itu pada dasamya adalah halal, dan tidak ada dalil yang melarangnya. Namun, perlu dipertimbangkan bila suami diperkenankan berkumpul dengan isteri yang sedang dalam keadaan haid. Jika tidak dikhawatirkan akan menggauli isterinya yang sedang haid tidak apa-apa. Sebaliknya, jika dikhawatirkan maka tidak diperkenankan berkumpul dengannya sebelum suci untuk menghindari hal-hal yang dilarang.





Iddah talak dihitung dengan haid. Jika seorang suami menceraikan isteri yang telah digauli atau berkumpul dengannya,maka si isteri harus beriddah selama tiga kali haid secara sempurna apabila
termasuk wanita yang masih mengalami haid dan tidak hamil. Hal ini didasarkan pada firman Allah: "Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'…" (Al-Baqarah : 28). Tiga kali guru' artinya tiga kali haid. Tetapi jika si isteri dalam keadaan hamil, maka iddahnya ialah sampai melahirkan, baik masa iddahnya itu lama maupun sebentar. Berdasarkan firman Allah: "….Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya…" (Ath-Thalaq: 4) Jika si isteri termasuk wanita yang tidak haid, karena masih kecil dan belum mengalami haid, atau sudah menopause, atau karena pernah operasi pada rahimnya, atau sebab-sebab lain sehingga tidak diharapkan dapat haid kembali, maka iddahnya adalah tiga bulan. Sebagaimana firman Allah: "Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya…" (Ath-Thalaq:4) Jika si isteri termasuk wanita yang masih mengalami haid, tetapi terhenti haidnya karena suatu sebab yang jelas seperti sakit atau menyusui, maka ia tetap dalam iddahnya sekalipun lama masa iddahnya sampai ia kembali mendapati haid dan ber-iddah dengan haid itu. Namun jika sebab itu sudah tidak ada,seperti sudah sembuh dari sakit atau telah selesai dari menyusui sementara haidnya tak kunjung datang, maka iddahnya satu tahun penuh terhitung mulai dari tidak adanya sebab tersebut. Inilah pendapat yang shahih yang sesuai dengan kaidah-kaidah syar'iyah Dengan alasan, jika sebab itu sudah tidak ada sementara haid tak kunjung datang maka wanita tersebut hukumnya seperti wanita yang terhenti haidnya karena sebab yang tidak jelas. Dan jika terhenti haidnya karena sebab yang tidakjelas, maka iddahnya yaitu satu tahun penuh dengan perhitungan: sembilan bulan sebagai sikap hati-hati untuk kemungkinan hamil(karena masa kehamilan pada umumnya 9 bulan) dan tiga bulan untuk iddahnya. Adapun jika talak terjadi setelah akad nikah sedang sang suami belum mencampuri dan menggauli isterinya, maka dalam hal ini tidak ada iddah sama sekali, baik dengan haid maupun yang lain. Berdasarkan firman Allah : "Hai orang-orangyang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu menceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib iddah yang kamu minta menyempurnakannya.. " (Al-Ahzaab: 49 )
• Keputusan bebasnya rahim. Yakni keputusan bahwa rahim bebas dari kandungan. Ini diperlukan selama keputusan bebasnya rahim dianggap perlu, karena hal ini berkaitan dengan beberapa masalah. Antara lain, apabila seseorang mati dan meninggalkan wanita (isteri) yang kandungannya dapat menjadi ahli waris orang tersebut, padahal si wanita setelah itu bersuami lagi. Maka suaminya yang barn itu tidak boleh menggaulinya sebelum ia haid atau jelas kehamilannya. Jika telah jelas kehamilannya, maka kita hukumi bahwa janin yang dikandungnya mendapatkan hak warisan karena kita putuskan adanya janin tersebut pada saat bapaknya mati.
Namun, jika wanita itu pernah haid (sepeninggal suaminya yang pertama), maka kita hukumi bahwa janin yang dikandungnya tidak mendapatkan hak warisan karena kita putuskan bahwa rahim wanita tersebut bebas dari kehamilan dengan adanya haid.
• Kewajiban mandi. Wanita haid jika telah suci wajib mandi dengan membersihkan seluruh badannya. Berdasarkan sabda Nabi kepada Fatimah binti Abu Hubaisy: "Bila kamu kedatangan haid maka tinggalkan shalat, dan bila telah suci mandilah dan kerjakan shalat." (Hadits riwayat Al-Bukhari). Kewajiban minimal dalam mandi yaitu membersihkan seluruh anggota badan sampai bagian kulit yang ada di bawah rambut. `Yang afdhal (lebih utama), adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tatkala ditanya oleh Asma binti Syakl tentang mandi haid, beliau bersabda: "Hendaklah seseorang diantara kamu mengambil air dan daun bidara lalu berwudhu sempurna, kemudian menguyurkan air diatas kepala dan menggosok-gosoknya dengan kuat sehingga merata keseluruh kepalanya, selanjutnya mengguyurkan air pada anggota badannya. Setelah itu mengambil sehelai kain putih yang ada pengharumnya untuk bersuci dengannya. 'Asma bertanya: "Bagaimana bersuci dengannya?" Nabi menjawab: "Subhanallah." Maka Aisyah pun menerangkan dengan berkata: "Ikutilah bekas-bekas darah." (HR. Muslim ) Tidak wajib melepas gelungan rambut, kecuali jika terikat kuat dan dikhawatirkan air tidak sampai kedasar rambut. Hal ini didasarkan pada hadits yang tersebut dalam Shahih Muslim Mtrslim dari Ummu Salamah Radhiyallahu 'anha bahwa ia bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, "Aku seorang wanita yang menggelung rambutku, haruskah aku melepaskannya untuk mandi janabat?" Menurut riwayat lain "untuk (mandi) haid danJanabat?" Nabi bersabda :"Tidak. Cukup kamu siram kepalamu tiga kali siraman (dengan tanganmu), lalu kamu guyurkan air ke seluruh tubuhmu, maka kamupun menjadi suci." Apabila wanita haid mengalami suci di tengah-tengah waktu shalat, ia harus segera mandi agar dapat melakukan shalat pada waktunya. Jika ia sedang dalam perjalanan dan tidak ada air, atau ada air tetapi takut membahayakan dirinya dengan menggunakan air, atau sakit dan berbahaya baginya air, maka ia boleh bertayammum sebagai ganti dari mandi sampai hal yang menghalanginya itu tidak ada lagi, kemudian mandi. Ada di antara kaum wanita yang suci di tengah-tengah waktu shalat tetapi menunda mandi ke waktu lain, dalihnya: ''Tidak mungkin dapat mandi sempurna pada waktu sekarang ini." Akan tetapi ini bukan alasan ataupun halangan karena boleh baginya mandi sekedar untuk memenuhi yang wajib dan melaksanakan shalat pada waktunya. Apabila kemudian ada kesempatan lapang, barulah ia dapat mandi dengan sempurna.
Istihadah Dan Hukum-Hukumnya Makna Istihadah Istihadhah ialah keluamya darah terus-menerus pada seorang wanita tanpa henti sama sekali atau berhenti sebentar seperti sehari atau dua hari dalam sebulan.
Dalil kondisi pertama, yakni keluamya darah terus-menerus tanpa henti sama sekali, hadits riwayat Al- Bukhari dari Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abu Hubaisy berkata kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku ini tak pemah suci " Dalam riwayat lain· "Aku mengalami istihadhah maka tak pemah suci. " Dalil kondisi kedua, yakni darah tidak berhenti kecuali sebentar, hadits dari Hamnah binti Jahsy ketika datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan berkata: "Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami Istihadhah yang deras sekali. " (Hadits riwayat Ahmad,AbuDawud dan At-Tirmidi dengan menyatakan shahih). Disebutkan pula bahwa hadits ini menurut Imam Ahmad shahih, sedang menurut Al-Bukhari hasan. Kondisi wanita mustahadhah Ada tiga kondisi bagi wanita mustahadhah:
• Sebelum mengalami istihadhah, ia mempunyai haid yang jelas waktunya. Dalam kondisi ini, hendaklah ia berpedoman kepada jadwal haidnya yang telah diketahui sebelumnya. Maka pada masa itu dihitung sebagai haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Adapun selain masa tersebut merupakan istihadhah yang berlaku baginya hukum-hukum istihadhah. Misalnya, seorang wanita biasanya haid selama enam hari pada setiap awal bulan, tiba-tiba mengalami istihadhah dan darahnya keluar terus-menerus. Maka masa haidnya dihitung enam hari pada setiap awal bulan, sedang selainnya merupakan istihadhah. Berdasarkan hadits Aisyah Radhiyallahu 'anha bahwa Fatimah binti Abi Hubaisy bertanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku mengalami istihadhah maka tidak pernah suci, apakah aku meninggalkan shalat? Nabi menjawab: Tidak, itu adalah darah penyakit. Namun tinggalkan shalat sebanyak hari yang biasanya kamu haid sebelum itu, kemudian mandilah dan lakukan shalat. " (Hadits riwayat Al-Bukhari). Diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepada Ummu Habibah binti Jahsy: "Diamlah selama masa haid yang biasa menghalangimu, lalu mandilah dan lakukan shalat. " Dengan demikian,wanita mustahadhah yang haidnya sudah jelas waktunya menunggu selama masa haidnya itu. Setelah itu mandi dan shalat, biar pun darah pada saat itu masih keluar.
• Tidak mempunyai haid yang jelas waktunya sebelum mengalami istihadhah, karena istihadhah tersebut terus-menerus terjadi padanya mulai dari saat pertama kali ia mendapati darah. Dalam kondisi ini, hendaklah ia melakukan tamyiz (pembedaan); seperti jika darahnya berwarna hitam, atau kental,. atau berbau maka yang terjadi adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid. Dan jika tidak demikian, yang terjadi adalah istihadhah dan berlaku baginya hukum-hukum istihadhah. Misalnya, seorang wanita pada saat pertama kali mendapati darah dan darah itu keluar terus menerus; akan tetapi ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya berwama hitam kemudian setelah itu berwama merah, atau ia dapati selama sepuluh hari dalam sebulan darahnya kental kemudian setelah itu encer, atau ia dapati selama
sepuluh hari dalam sebulan berbau darah haid tetapi setelah itu tidak berbau maka haidnya yaitu darah yang berwama hitam (pada kasuspertama), darah kental (pada kasus kedua) dan darah yang berbau (padakasus ketiga). Sedangkan selain hal tersebut, dianggap sebagai darah istihadhah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy: Darah haid yaitu apabila berwarna hitam yang dapat diketahui. Jika demikian maka tinggalkan shalat. Tetapi jika selainnya maka berwudhulah dan lakukan shalat karena itu darah penyakit. (Hadits riwayat Abu Dawud, An-Nasa'I dan dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban dan Al-Hakim). Hadits ini, meskipun perlu ditinjau lagi dari segi sanad dan matannya, telah diamalkan oleh para ulama' rahimahumullah. Dan hal itu lebih utama daripada dikembalikan kepada kebiasaan kaum wanita pada umumnya.
• Tidak mempunyai haid yangjelas waktunya dan tidak bisa dibedakan secara tepat darahnya. Seperti: jika istihadhah yang dialaminya terjadi terus-menerus mulai dari saat pertama kali melihat darah sementara darahnya menurut satu sifat saja atau berubah-ubah dan tidak mungkin dianggap sebagai darah haid. Dalam kondisi ini, hendaklah ia mengambil kebiasaan kaum wanita pada umumnya. Maka masa haidnya adalah enam atau tujuh hari pada setiap bulan dihitung mulai dari saat pertama kali mendapati darah Sedang selebihnya merupakan istihadhah. Misalnya, seorang wanita saat pertama kali melihat darah pada tanggal 5 dan darah itu keluar terus-menerus tanpa dapat dibedakan secara tepat mana yang darah haid, baik melalui wama ataupun dengan cara lain. Maka haidnya pada setiap bulan dihitung selama enam atau tujuh hari dimulai dari tanggal tersebut. Hal ini berdasarkan hadits Hamnah binti Jahsy Radhiyallahu 'anha bahwa ia berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sungguh aku sedang mengalami istihadah yang deras sekali. Lalu bagaimana pendapatmu tentangnya karena ia telah menghalangiku shalat dan berpuasa? Beliau bersabda: "Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas dengan melekatkannya pada farji, karena hal itu dapat menyerap darah". Hamnah berkata: "Darahnya lebih banyak dari itu". Nabipun bersabda: "Ini hanyalah salah satu usikan syetan. Maka hitunglah haidmu 6 atau 7 hari menurut ilmu Allah Ta'ala lalu mandilah sampai kamu merasa telah bersih dan suci, kemudian shalatlah selama 24 atau 3 hari, dan puasalah." (Hadits riwayat Ahmad,Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Menurut Ahmad dan At-Tirmidzi hadits ini shahih, sedang menurut Al-Bukhari hasan). Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : 6 atau 7 hari tersebut bukan untuk memberikan pilihan, tapi agar si wanita berijtihad dengan cara memperhatikan mana yang lebih mendekati kondisinya dari wanita lain yang lebih mirip kondisi fisiknya, lebih dekat usia dan hubungan kekeluargaannya serta memperhatikan mana yang lebih mendekati haid dari keadaan darahnya dan pertimbangan-pertimbangan lainnya. Jika kondisi yang lebih mendekati selama 6 hari, maka dia hitung masa haidnya 6hari; tetapi jika kondisi yang lebih mendekati selama 7 hari, maka dia hitung masa haidnya 7 hari.
Hal Wanita Yang Mirip Mustahadhah Kadangkala seorang wanita, karena sesuatu sebab, mengalami pendarahan pada farjinya, seperti karena operasi pada rahim atau sekitarnya. Hal ini ada dua macam:
• Diketahui bahwa si wanita tidak mungkin haid lagi setelah operasi, seperti operasi pengangkatan atau penutupan rahim yang mengakibatkan darah tidak bisa keluar lagi darinya, maka tidak berlaku baginya hukum-hukum mustahadhah. Namun hukumnya adalah hukum wanita yang mendapati cairan kuning, atau keruh, atau basah setelah masa suci. Karena itu ia tidak boleh meninggallkan shalat atau puasa dan boleh digauli. Tidak wajib baginya mandi karena keluarnya darah,tapi ia harus membersihkan darah tersebut ketika hendak shalat dan supaya melekatkan kain atau semisalnya (seperti pembalut wanita) pada farjiya untuk menahan keluarnya darah, kemudian berwudhu untuk shalat. Janganlah ia berwudhu untuk shalat kecuali telah masuk waktunya,jika shalat itu telah tertentu waktunya seperti shalat lima waktu; jika tidak tertentu waktunya maka ia berwudhu ketika hendak mengerjakannya seperti shalat sunat yang mutlak.
• Tidak diketahui bahwa siwanita tidak bisa haid setelah operasi, tetapi diperkirakan bisa haid lagi. Maka berlaku baginya hukum mustahadhah. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abi Hubaisy: " Itu hanyalah darah penyakit, bukan haid. Jika datang haid, maka tinggalkan shalat." Sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam : "Jika datang haid..." menunjukkan bahwa hukum mustahadhah berlaku bagi wanita yang berkemungkinan haid, yang bisa datang atau berhenti. Adapun wanita yang tidak berkemungkinan haid maka darah yang keluar pada prinsipnya, dihukumi sebagai darah penyakit.
Hukum-Hukum Istihadhah Dari penjelasan terdahulu, dapat kita mengerti kapan darah itu sebagai darah haid dan kapan sebagai darah istihadhah. Jika yang terjadi adalah darah haid maka berlaku baginya hukum-hukum haid, sedangkan jika yang terjadi darah istihadhah maka yang berlalku pun hukum-hukum istihadhah. Hukum-hukum haid yang penting telah dijelaskan di muka. Adapun hukum-hukum istihadhah seperti,halnya hukum-hukum tuhr (keadaan suci). Tidak ada perbedaan antara wanita mustahdhah dan wanita suci, kecuali dalam hal berikut ini:
• Wanita mustahadhah wajib berwudhu setiap kali hendak shalat. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy: " Kemudian berwudhulah kamu setiap kali hendak shalat" (Hadits riwayat Al-Bukhari dalam Bab Membersihkan Darah). Hal itu memberikan pemahaman bahwa wanita mustahadhah tidak berwudhu untuk shalat yang telah tertentu waktunya kecuali jika telah masuk waktunya. Sedangkan shalat yang tidak tertentu waktunya, maka ia bervudhu pada saat hendak melakukannya
• Ketika hendak berwudhu, membersihkan sisa-sisa darah dan melekatkan kain dengan kapas (atau pembalut wanita) pada farjinya untuk mencegah keluarnya darah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Hamnah: "Aku beritahukan kepadamu (untuk menggunakan) kapas, karena hal itu dapat menyerap darah". Hamnah berkata: 'Darahnya lebih banyak dari itu". Beliau bersabda: "gunakan kain!". Kata Hamnah: "Darahnya masih banyak pula". Nabipun bersabda: "Maka pakailah penahan!" Kalaupun masih ada darah yang keluar setelah tindakan tersebut, maka tidak apa-apa hukumnya. Karena sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:
"Tinggalkan shalat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah dan berwudhulah untuk setiap kali shalat, lalu shalatlah meskipun darah menetes di atas alas. " Hadits riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).
• Jima' (senggama). Para ulama berbeda pendapat tentang kebolehannya pada kondisi bila ditinggalkan tidak dikhawatirkan menyebabkan zina. Yang benar adalah boleh secara mutlak Karena ada banyak wanita,mencapai sepuluh atau lebih, mengalami istihadhah pada zaman Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ,sementara Allah dan Rasul-Nya tidak melarang jima' dengan mereka. Firman Allah Ta 'ala: ... hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid ... " (Al-Baqarah: 222) Ayat ini menunjukkan bahwa di luar keadaan haid, suami tidak wajib menjauhkan diri dari isteri. Kalaupun shalat saja boleh dilakukan wanita mustahadhah, maka jima 'pun tentu lebih boleh Dan tidak benar jima' wanita mustahadhah dikiaskan dengan jima 'wanita haid,karena keduanya tidak sama, bahkan menurut pendapat para ulama yang menyatakan haram. Sebab, mengkiaskan sesuatu dengan hal yang babeda adalah tidak sah.
Nifas Dan Hukum-Hukumnya Makna Nifas Nifas ialah darah yang keluar dari rahim disebabkan kelahiran, baik bersamaan dengan kelahiran itu, sesudahnya atau sebelumnya ( 2 atau 3 hari) yang disertai dengan rasa sakit. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit adalah nifas." Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas. Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari'at, halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati darah lebih dari 40,60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadits." Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah berhenti setelah masa itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti. Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika berhenti setelah masa (40hari) itu, maka hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan pada masa mendatang. Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia mustahadhah. Dalam hal ini,hendaklah ia kembali kepada hukum-hukum wanita mustahadhah yang telah dijelaskan pada pasal sebelumnya. Adapun jika si wanita telah suci dengan berhentinya darah berarti ia dalam keadaan suci, meskipun sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi , shalat, berpuasa dan boleh digauli oleh suaminya.Terkecuali, jika berhentinya darah itu kurang dari satu hari maka hal itu tidak dihukumi suci. Demikian disebutkan dalam kitab Al-Mughni. Nifas tidak dapat ditetapkan, kecualijika si wanita melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia. Seandainya ia mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia
maka darah yang keluar itu bukanlah darah nifas, tetapi dihukumi sebagai darah penyakit. Karena itu yang berlaku baginya adalah hukum wanita mustahadhah. Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk manusia adalah 80 hari dihitung dari mulai hamil, dan pada umumnya 90 hari. Menurut Al-Majd Ibnu Taimiyah, sebagaimana dinukil dalam kitab Syarhul Iqna': "Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak perlu dianggap (sebagai nifas). Namun jika sesudahnya, maka ia tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah kelahiran temyata tidak sesuai dengan kenyataan maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban; tetapi kalau tidak teryata demikian, tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak pedu kembali mengerjakan kewajiban" Hukum-hukum Nifas Hukum-hukum nifas pada prinsipnya sama dengan hukum-hukum haid, kecuali dalam beberapa hal berikut ini:
• Iddah. dihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan nifas. Sebab, jika talak jatuh sebelum isteri melahirkan iddahnya akan habis karena melahirkan bukan karena nifas. Sedangkan jika talak jatuh setelah melahirkan, maka ia menunggu sampai haid lagi, sebagaimana telah dijelaskan.
• Masa ila'. Masa haid termasuk hitungan masa ila', sedangkan masa nifas tidak. Ila' yaitu jika seorang suami bersumpah tidak akan menggauli isterinya selama-lamanya, atau selama lebih dari empat bulan. Apabila dia bersumpah demikian dan si isteri menuntut suami menggaulinya, maka suami diberi masa empat bulan dari saat bersumpah. Setelah sempurna masa tersebut, suami diharuskan menggauli isterinya, atau menceraikan atas permintaan isteri. Dalam masa ila' selama empat bulan bila si wanita mengalami nifas, tidak dihitung terhadap sang suami, dan ditambahkan atas empat bulan tadi selama masa nifas. Berbeda halnya dengan haid, masa haid tetap dihitung terhadap sang suami.
• Baligh. Masa baligh terjadi denganhaid, bukan dengan nifas. Karena seorang wanita tidakmungkinbisa hami sebelum haid, maka masabaligh seorang wanita terjadi dengan datangnya haid yang mendahului kehamilan.
• Darah haid jika berhenti lain kembali keluar tetapi masih dalam waktu biasanya, maka darah itu diyakini darah haid. Misalnya, seorang wanita yang biasanya haid delapan hari, tetapi setelah empat hari haidnya berhenti selama dua hari, kemudian datang lagi pada hari ketujuh dan kedelapan; maka tak diragukan lagi bahwa darah yang kembali datang itu adalah darah haid. Adapun darah nifas, jika berhenti sebelum empat puluh hari kemudian keluar lagi pada hari keempat puluh, maka darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita shalat dan puasa fardhu yang tertentu waktunya pada waktunya dan terlarang baginya apa yang terlarang bagi wanita haid, kecuali hal-hal yang wajib. Dan setelah suci, ia harus mengqadha' apa yang diperbuatnya selama keluarya darah yang diragukan, yaitu yang wajib diqadha' wanita haid. Inilah pendapat yang masyhur menunut para fuqaha ' dari Madzhab Hanbali. Yang benar, jika darah itu kembali keluar pada masa yang dimungkinkan masih sebagai nifas maka termasuk nifas. Jika tidak, maka darah haid. Kecuali jika darah itu keluar terus menerus maka merupakan istihadhah. Pendapat ini mendekati keterangan yang
disebutkan dalam kitab AI-Mughni' bahwa Imam Malik mengatakan: "Apabila seorang wanita mendapati darah setelah dua atau tiga hari, yakni sejak berhentinya,maka itu termasuk nifas. Jika tidak, berarti darah haid." Pendapat ini sesuai dengan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Menurut kenyataan, tidak ada sesuatu yang diragukan dalam masalah darah. Namun, keragu-raguan adalah hal yang relatif, masing-masing orang berbeda dalam hal ini sesuai dengan ilmu dan pemahamannya. Padahal Al-Qur'an dan Sunnah berisi penjelasan atas segala sesuatu. Allah tidak pernah mewajibkan seseorang berpuasa ataupun thawaf dua kali, kecuali jika ada kesalahan dalam tindakan pertama yang tidak dapat diatasi kecuali dengan mengqadha'. Adapun jika seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan kemampuannya maka ia telah terbebas dari tanggungannya. Sebagaimana firman Allah: "Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan.. "(Al-Baqarah: 286). "Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ... "(At-Taghabun : 16)
• Dalam haid,jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka suami boleh dan tidak terlarang menggaulinya. Adapun dalam nifas, jika ia suci sebelum empat puluh hari maka suami tidak boleh menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab Hanbali. Yang benar,menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak dilarang menggaulinya. Sebab tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa hal itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya sebelum empat puluh hari, lalu ia berkata: "Jangan kau dekati aku !". Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu mungkin saja merupakan sikap hati-hati Ustman, yaknik hawatir kalau isterinya belum suci benar, atau takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau sebab lainnya. Wallahu a 'lam.
Penggunaan Alat Pencegah atau Perangsang Haid, Pencegah Kehamilan Dan Penggugur Kandungan Pencegah Haid Diperbolehkan bagi wanita menggunakan alat pencegah haid, tapi dengan dua syarat:
• Tidak dikhawatirkan membahayakan dirinya. Bila dikhawatirkan membahayakan dirinya karena menggunakan alat tersebut, maka hukumnya tidak boleh. Berdasarkan firman Allah Ta 'ala: "... Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,... ( Al-Baqarah : 195). "… Dan janganlah kamu membunuh dirimu sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu."(An Nisa': 29).
• Dengan seizin suami, apabila penggunaan alat tersebut mempunyai kaitan denganya. Contohnya, si isteri dalam keadaan beriddah dari suami yang masih berkewajiban memberi makan kepadanya, menggunakan alat pencegah haid supaya lebih lama masa iddahnya dan bertambah nafkah yang diberikannya. Hukumya, tidak boleh bagi si isteri menggunakan alat pencegah haid saat itu kecuali dengan izin suami.
Demikian pula jika terbukti bahwa pencegahan haid dapat mencegah kehamilan,maka harus dengan seizin suami. Meski secara hukum boleh, namun lebih utama tidak menggunakan alat pencegah haid kecuali jika dianggap perlu. Karena membiarkan sesuatu secara alami akan lebih menjamin terpeliharanya kesehatan dan keselamatan.
Perangsang Haid Diperbolehkan juga penggunaan alat perangsang haid, dengan dua syarat:
• Tidak menggunakan alat tersebut dengan tujuan menghindarkan diri dari suatu kewajiban. Misalnya, seorangwanita menggunakan alat perangsang haid pada saat menjelang Ramadhan dengan tujuan agar tidak berpuasa, atau tidak shalat, dan tujuan negatif lainnya.
• Dengan seizin suami karena terjadinya haid akan mengurangi kenikmatan hubungan suami isteri. Maka tidak boleh bagi si isteri menggunakan alat yang dapat menghalangi hak sang suami kecuali dengan restunya. Dan jika si isteri dalam keadaan talak, maka tindakan tersebut akan mempercepat gugurya hak rujuk bagi sang suami jika ia masih boleh rujuk
Pencegah Kehamilan Ada dua macam penggunaan alat pencegah kehamilan:
• Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan untuk selamanya. Ini tidak boleh hukumnya, sebab dapat menghentikan kehamilan yang mengakibatkan berkurangnya j~rmlah ketunaan Dan hal ini bertentangan dengan anjuran Nabi shallallahu alaihi wasalam agar memperbanyakjumlah umat Islam, selain itu bisa saja anak-anaknya yang ada semuanya meninggal dunia sehingga ia pun hidup menjanda seorang diri tanpa anak.
• Penggunaan alat yang dapat mencegah kehamilan sementara. Contohnya, seorang wanita yang sering hamil dan hal itu terasa berat baginya, sehingga ia ingin mengatur jarak kehamilannya menjadi dua tahunsekali. Maka penggunaan alat ini diperbolehkan dengan syarat: seizin suami, dan alat tersebut tidak membahayakan dirinya Dalilnya,bahwa para sahabat pernah melakukan 'azl terhadap isteri mereka pada zaman Nabi shallallahu alaihi wasalam untuk menghindari kehamilan dan Nabi shallallahu alaihi wasalam tidak melarangnya. 'Azl yaitu tindakan - pada saat bersenggama - dengan menumpahkan sperma diluar farji (vagina) si isteri.
Penggugur Kandungan Adapun penggunaan alat penggugur kandungan, ada dua macam:
• Penggunaan alat penggugur'kandungan yang bertujuan membinasakan janin. Jika janin sudah mendapatkan ruh, maka tindakan ini tak syak lagi adalah haram, karena termasuk membunuh jiwayang dihormati tanpa dasar yang benar. Membunuh jiwa yang dihormati haram hukumnya menurut Al Qur'an, Sunnah dan ijma' kaum Muslimin. Namun, jika janin belum mendapatkan ruh, maka para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini.
Sebagian ulama membolehkan, sebagian lagi melarang. Ada pula yang mengatakan boleh sebelum berbentuk darah,artinya sebelum benrmur 40 hari. Ada pula yang membolehkan jika janin belum berbentuk manusia. Pendapat yang lebih hati-hati adalah tidak boleh melakukan tindakan menggugurkan kandungan, kecuali jika ada kepentingan Misalnya, seorang ibu dalam keadaan sakit dan tidak mampu lagi mempertahankan kehamilannya, dan sebagainya. Dalam kondisi seperti ini, ia boleh menggugurkan kandungannya, kecuali jika janin tersebut diperkirakan telah berbentuk manusia maka tidak boleh. Wallallahu A 'lam..
• Penggunaan alat penggugur kandungan yang tidak bertujuan membinasakan janin. Misalnya, sebagai upaya mempercepat proses kelahiran pada wanita hamil yang sudah habis masa kehamilannya dan sudah waktunya melahirkan. Maka hal ini boleh hukumnya, dengan syarat: tidak membahayakan bagi si ibu maupun anaknya dan tidak memerlukan operasi. Kalaupun memerlukan operasi, maka dalam masalah ini ada empat hal:
o Jika ibu dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan hidup, maka tidak boleh dilakukan operasi kecuali dalam keadaan darurat, seperti: sulit bagi si ibu untuk melahirkan sehingga perlu dioperasi. Hal itu demikian, karena tubuh adalah amanat Allah yang dititipkan kepada manusia, maka dia tidak boleh memperlakukannya dengan cara yang mengkhawatirkan kecuali untuk maslahat yang amat besar. Selain itu dikiranya bahwa mungkin tidak berbahaya operasi ini, tapi temyata membawa bahaya.
o Jika ibu dan bayi yang dikandungnya dalam keadaan meninggal, maka tidak boleh dilakukan operasi untuk mengeluarkan bayinya. Sebab, hal ini tindakan sia-sia.
o Jika si ibu hidup, sedangkan bayi yang dikandungnya meninggal. Maka boleh dilakukan operasi untuk mengluarkan bayinya, kecuali jika dikhawatirkan membahayakan si ibu. Sebab, menurut pengalaman-Wallallahu a'lam - bayi yang meninggal dalam kandungan hampir tidak dapat dikeluarkan kecuali dengan operasi. Kalapun dibiarkan terus dalam kandungan, dapat mencegah kehamilan si ibu pada masa mendatang dan merepotkannya pula, selain itu si ibu akan tetap hidup tak bersuami jika ia dalamkeadaan menunggu iddah dari suami sebelumnya.
o Jika si ibu meninggal, sedangkan bayi yang dikandungnya hidup. Dalam kondisi ini,jika bayi yang dikandung diperkirakan tak ada harapan untuk hidup, maka tidak boleh dilakukan operasi. Namun, jika ada harapan untuk hidup, seperti sebagian tubuhnya sudah keluar, maka boleh dilakukan pembedahan terhadap perut ibunya untuk mengeluarkan bayi tersebut. Tetapi,jika sebagian tubuh bayi belum ada yang keluar,maka ada yang berpendapat bahwa tidak boleh melakukan pembedahan terhadap perut ibu untuk mengeluarkan bayi yang dikandungnya,karena hal itu merupakan tindakan penyiksaan. Yang benar, boleh dilakukan pembedahan terhadap perut si ibu untuk mengeluarkan bayinya jika tidak ada cara lain. Dan pendapat inilah yang menjadi pilihan Ibnu Hubairah. Dikatakan dalam kitab Al Inshaf, "Pendapat ini yang lebih utama". Apalagi pada zaman sekarang ini,operasi bukanlah merupakan tindakan
penyiksaan Karena, setelah perut dibedah, ia dijahit kembali. Dan kehormatan orang yang masih hidup lebih besar daripada orang yang sudah meninggal. Juga menyelamatkan jiwa orang yang terpelihara dari kehancuran adalah wajib hukumnya dan bayi yang dikandung adalah manusia yang terpelihara, maka wajib menyelamatkannya. Wallahu a'lam.
Perhatian: Dalam hal diperbolehkannya menggunakan alat penggugur kandungan sebagaimana di atas (untuk mempercepat proses kelahiran), harus ada izin dari pihak pemilik kandungan, yaitu suami. Penutup Sampai di sinilah apa yang ingin kami tulis dalam judul segala cabang dan bagian masalah serta apa yang terjadi pada wanita dalam permasalahan ini bagai samudera tak bertepi. Namun, orang yang mengerti tentu dapat mengembalikan cabang dan bagian permasalahan kepada pokok dan kaidah umumnya serta dapat mengkiaskan segala sesuatu dengan yang semisalnya. Perlu diketahui oleh mufti (pemberi fatwa), bahwa dirinya adalah penghubung antara Allah dan para hamba-Nya dalam menyampaikan ajaran yang dibawa RasuI-Nya dan menjelaskannya kepada mereka. Dia akan ditanya tentang kandungan Al Qur'an dan Sunnah, yang keduanya merupakan sumber hukum yang diperintahkan untuk dipahami dan diamalkan. Setiap yang bertentangan dengan Al Qur'an dan Sunnah adalah salah, dan wajib ditolak siapapun orang yang mengucapkannya serta tidak boleh diamalkan, sekalipun orang yang mengatakannya mungkin dimaafkan karena berijtihad dan mendapat pahala atas ijtihadnya, tetapi orang lain yang mengetahui kesalahannya tidak boleh menerima ucapannya. Seorang mufti wajib memurnikan niatnya, semata-mata karena Allah Ta'ala, selalu memohon ma'unah-Nya dalam segala kondisi yang dihadapi, meminta ke hadirat-Nya ketetapan hati dan petunjuk kepada kebenaran. Al-Qur'an dan Sunnah wajib menjadi pusat perhatiannya. Dia mengamati dan meneliti keduanya atau menggunakan pendapat para ulama untuk memahami keduanya. Sering terjadi suatu permasalahan, ketika jawabannya dicari pada pendapat para ulama tak didapati ketenangan atau kepuasan dalam keputusan hukumnya, bahkan mungkin tidak diketemukan jawabannya sama sekali. Akan tetapi setelah kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah tampak baginya hukum permasalahan itu dengan mudah dan gamblang.Hal itu sesuai dengan keikhlasan, keilmuan dan pemahamannya. Wajib bagi mufti bersikap hati-hati dan tidak tergesa-gesa dalam memutuskan hukum manakala mendapatkan sesuatu yang rumit. Betapa banyak hukum yang diputuskan secara tergesa-gesa, kemudian setelah diteliti ternyata salah. Akhirnya hanya bisa menyesali dan mungkin fatwa yang terlanjur disampaikan tidak bisa diluruskan. Seorang mufti jika diketahui bersikap hati-hati dan teliti, ucapanmya akan dipercaya dan diperhatikan. Tetapi jika dikenal ceroboh yang seringali membuat kekeliruan, niscaya fatwanya tidak akan dipercaya orang. Maka dengan kecerobohan dan kekeliruannya dia telah menjauhkan dirinya dan orang lain dari ilmu dan kebenaran yang diperolehnya.
Semoga Allah Ta'ala menunjukkan kita dan kaum Muslimin kepada jalan-Nya yang lurus, melimpahkan inayah-Nya dan menjaga kita dengan bimbingan-Nya dari kesalahan. Sungguh, Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia. Salawat dan salam semoga tetap dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, juga kepada keluarga dan para sahabatnya. Puji bagi Allah, dengan nikmat-Nya tercapailah segala kebaikan.
YAYASAN AL-SOFWA Jl.Raya Lenteng Agung Barat No.35 PostCode:12810 Jakarta Selatan - Indonesia Phone: 62-21-78836327. Fax: 62-21-78836326. e-mail: info @alsofwah.or.id | website: www.alsofwah.or.id | Member Info Al-Sofwa Artikel yang dimuat di situs ini boleh di copy & diperbanyak dengan syarat tidak untuk komersil.

KELEMAHAN KAUM MUSLIMIN

KEMUNDURAN DAN KELEMAHAN KAUM MUSLIMIN
SEBAB DAN SOLUSI PEMECAHANNYA


Alloh Subhanahu wa Ta’ala Berfirman:

[ وما ظلمناهم ولكن كانوا أنفسهم يظلمون ] النحل: 118
“ Dan Kami tiada menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri”(QS: An-Nahl: 118)

[ إن الله لا يظلم الناس شيئا ولكن الناس أنفسهم يظلمون ] يونس: 44
“ Sesungguhnya Alloh tidak berbuat dzolim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzolim kepada diri mereka sendiri”(QS: Yunus:44)


بسم الله الرحمن الرحيم


PENGANTAR

Segala Puji hanya milik Alloh, kita memuji-Nya, meminta pertolongan dan mohon ampunan kepada-Nya. Dan kita berlindung kepada Alloh dari kejelekan-kejelekan jiwa kita, dan keburukan-keburukan amalan kita. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh maka tidak ada yang mampu menyesatkannya. Dan barang siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.
Dan aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah kecuali Alloh dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya. “ Hai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kalian kepada Alloh dengan sebenar-benar takwa dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan dalam keadaan Islam” (QS. Ali Imron:102)
“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari padanya Alloh menciptakan istrinya; dan dari keduanya Alloh memperkembangbiakan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Alloh yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu dengan yang lain, dan (peliharalah ) hubungan silaturahim. Sesungguhnya Alloh selalu menjaga dan mengawasi kamu”. (QS. An-Nisa: 1). Selanjutnya....
“ Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Alloh dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Alloh memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa mentaati Alloh dan Rosul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”. (QS: Al-Ahzab: 70-71)
Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitab Alloh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shollallohu alaihi was sallam, dan seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan. Dan setiap yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap kebid’ahan adalah sesat, dan setiap kesesatan (tempatnya) di neraka. Kemudian selanjutnya.....

Apa Penyebab Kemunduran dan Kelemahanan Kaum Muslimin?

Suatu hal yang sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, demikian juga oleh sebagian besar non-muslim, bahwa umat dan daulah Islam terdahulu adalah bangsa yang paling kuat dan mulia di belahan dunia, sekalipun mereka adalah penduduk minoritas di atas muka bumi ini. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun dalam waktu yang panjang, tanpa ada seorangpun yang menentang tentang hal ini. Adapun sekarang! Telah berubah menjadi negara-negara Islam yang kecil, lemah, buminya di serang, sebagian besar dirampas di bawah penjajahan pemikiran dan kekuatan pasukan, menjadi ekor bagi bangsa di luar Islam.

Apa yang Telah Terjadi? Mengapa Bisa Demikian? Padahal Dahulu Kekuatan Ada Pada Mereka?

Pertanyaan ini selalu berputar-putar dalam benak kaum muslimin. Dan setiap kelompok atau golongan mencoba untuk menjawab pertanyaan ini dengan caranya masing-masing, mencarikan jalan keluar untuk mengembalikan kejayaan dan kemuliaan kaum muslimin seperti dahulu. Akan tetapi kebanyakan dari mereka tidak memahami faktor utama penyebab kelemahan, keterbelakangan, serta takluknya kaum muslimin di hadapan negara-negara kafir. Mereka pun merancang program untuk memecahkan masalah ini kemudian berjalan di atasnya, dengan dugaan kejayaan kemuliaan dan kekuasaan kaum muslimin di abad-abad pertama akan terwujud dengan langkah yang mereka tetapkan. Akan tetapi hal yang sebenarnya, mereka telah salah jalan, walaupun sebagian besar dari mereka melakukannya dengan ikhlas untuk memperbaiki keadaan kaum muslimin dalam mengembalikan kejayaan dan kemuliaan kaum muslimin seperti dahulu.
Sebagian dari mereka menyangka bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah solusi pemecahannya (kata ilmu yang kita pakai di sini bermakna ilmu-ilmu dunia, karena ungkapan inilah yang dominan dan sering dipakai pada jaman sekarang, padahal yang sebenarnya istilah ilmu secara umum dimaksudkan untuk ilmu-ilmu syar’i, akan tetapi laa haula wa laa quwwata illa billaah dan hanya kepada Alloh kita meminta pertolongan). Untuk menuju hal itu maka kaum muslimin harus mengumpulkan peralatan-peralatan canggih dan modern, pemuda-pemuda Islam harus meraih ijasah setinggi-tingginya. Maka setelah semua hal itu tercapai, kita akan menang dan orang-orang kafir-pun akan tunduk dan kita akan kembali seperti sedia kala. Sampai-sampai salah seorang doktor muslim menulis di salah satu surat kabar yang peduli dengan urusan-urusan Islam dan kaum muslimin, dengan perkataannya:
“ Sesungguhnya negara-negara yang akan jaya dan mulia adalah negara dengan teknologi yang maju.....” (Majalah: Jazirotul Muslimun, edisi 265, 5-8 Sya’an 1410, Artikel dengan judul: Perubahan-perubahan pada dunia sembilan puluhan”
Dia lupa akan firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

[ ولله العزة ولرسوله وللمؤمنين ] المنافقون: 8
Artinya:
“ Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Alloh, bagi Rosul-Nya dan bagi orang-orang mukmin”(QS: Al-Munafiqun: 8)

Sekarang Anda akan bertanya kepada saya: Jika bukan hal ini yang menyebabkan kelemahan dan kemunduran kaum muslimin, lalu apa?

Saya katakan ( hanya kepada Alloh saya meminta pertolongan). Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
[ فإن تنازعتم في شيئ فردوه إلى الله والرسول إن كنتم تؤمنون بالله واليوم الآخر...]
النساء: 59
Artinya:
“ Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh (Al-Quran) dan Rosul (As-Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Alloh dan hari kemudian ...” (QS, An-Nisaa: 59)

Dan inilah yang kita inginkan dan kita tuju, yaitu menjelaskan sebab-sebab kelemahan dan kekalahan kaum muslimin insyaa Alloh, berdalil dengan Al-Quran dan sunnah Rosul-Nya Shollallohu alaihi was sallam. ( Sebagian orang menggunakan ungkapan “ kelemahan Islam” atau yang serupa, ini adalah penggunaan yang salah. Islam adalah agama Alloh yang tegak, tidak lemah dan tidak kalah. Akan tetapi kelemahan itu terjadi pada kaum muslimin atau orang yang mengaku dirinya muslim).

Kekuatan Pasukan dan Kemajuan Ilmu Pengetahuan , 2 Hal yang Berbeda

Kita harus membedakan antara kekuatan pasukan di satu sisi, dengan kemenangan pasukan di sisi lain. Demikian juga harus dibedakan antara kemajuan ilmu pengetahuan di satu sisi dan kemajuan teknologi di sisi lain. Sekalipun sebagian besar negara-negara yang mempunyai ilmu pengetahuan dan teknolog maju biasanya memiliki pasukan yang kuat, akan tetapi hal ini tidak berarti kekuatan pasukan itu disebabkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi secara pasti.
Umat Islam generasi-generasi awal ketika melakukan pembukaan dan mengalahkan sekuat-kuatnya kekuatan militer di dunia pada waktu itu (Romawi dan Persia), tidaklah disebut bangsa yang maju ilmu pengetahuan dan teknologinya. Bahkan secara teknologi dan militer mereka terbelakang dibandingkan dengan negara-negara yang dikalahkannya, yang dihancurkan singgasananya dan pada akhirnya ditaklukan. Adapun umat Islam mengalami kemajuan ilmu pengetahuan seperti yang kita baca dan kita dengar dalam sejarah justru dimulai setelah pembukaan-pembukaan ini (terutama sejak jatuhnya negara Romawi dan Persia). Kadang-kadang negara-negara yang terdepan dalam bidang ilmu pengetahuan secara bersamaan mempunyai pasukan yang kuat, akan tetapi ini bukan berarti bahwa sebab kekuatan itu adalah kemajuan ilmu pengetahuan. Contoh-contoh dalam sejarah tentang hal ini sangat banyak, diantaranya seperti yang telah kita sebutkan di depan.
Contoh lain lagi adalah ketika bangsa Tataar (Mongolia) menyerang kaum muslimin di akhir masa pemerintahan daulah Abbasiyah. Mereka mengalahkan kaum muslimin, menyerbu sebagian besar wilayah daulah Abbasiyah. Ketika itu bangsa Mongol unggul padahal ilmu pengetahuan yang mereka miliki masih terbelakang dibandingkan dengan daulah Abbasiyah, yang ketika itu menjadi negara terdepan dan mencapai puncak kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Sampai-sampai kota Bagdad dan perpustakaan-perpustakaannya menjadi pusat ilmu pengetahuan (baik ilmu dunia maupun syari’ah) di muka bumi pada waktu itu. Banyak pelajar-pelajar dari seluruh penjuru dunia menimba ilmu di sini. Akan tetapi kemajuan ilmu pengetahuan tidak berarti bagi mereka. Dan contoh-contoh seperti ini dalam sejarah banyak sekali.
Dari sini kita dapat menyimpulkan bahwa, tidak ada keterkaitan yang pasti antara kekuatan pasukan dan kemenangan pasukan dari satu sisi dan kemajuan ilmu pengetahuan atau teknologi dari sisi yang lain, sekalipun biasanya kemajuan ilmu pengetahuan akan membantu suatu negara dalam mempersiapan peralatan tempur yang canggih. Akan tetapi semua peralatan ini bukanlah segalanya, apalagi menjadi hal yang terpenting. Alloh Subhanahu wa Ta’ala befirman:

[ فلم تقتلوهم ولكن الله قتلهم وما رميت ولكن الله رمى... ] الأنفال: 17
Artinya:
“ Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allohlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allohlah yang melempar...”(QS; Al-Anfaal: 17).

Alloh Tabaaroka wa Ta’ala berfirman:

[ وما جعله الله إلا بشرى ولتطمئن به قلوبكم و ما النصر إلا من عند الله عزيز حكيم ] الأنفال: 10
Artinya:
“ Dan Alloh tidak menjadikannya (mengirim bala bantuan itu) melainkan sebagai kabar gembira dan agar hatimu menjadi tenteram karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS; Al-Anfaal: 10)

Adapun firman Alloh Ta’ala:

[ وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة ومن رباط الخيل ...] الأنفال: 60
Artinya:
“ Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang...”(QS; Al-Anfaal: 60)

Dalam ayat di atas Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan agar kita mempersiapkan “kekuatan apa saja” untuk menghadapi mereka dan Dia tidak mengatakan, “dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan pasukan atau teknologi yang kamu sanggupi”, akan tetapi Alloh Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kata kekuatan bermakna umum (apa saja). Maka jadilah makna ayat di atas menjadi: “dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan yang kamu sanggupi berupa kekuatan iman, pasukan, teknologi atau kekuatan apa saja”. Alloh Subhanahu wa Ta’ala juga tidak mengatakan, “dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan seperti kekuatan mereka atau setengahnya”. Hal ini karena kemenangan itu datangnya dari sisi Alloh Subhanahu wa Ta’ala :

[ وما النصر إلا من عند الله....]
“ Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Alloh...”

Dan jumlah dua kekuatan pasukan yang saling bertempur juga tidak dapat dipastikan. Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:


[ قد كان لكم آية في فئتين التقتا فئة تقاتل قي سبيل الله وأخرى كافرة، يرونهم مثليهم رأى العين والله يؤيد بنصره من يشاء، إن في ذلك لعبرة لأولي الأبصار] آل عمران: 13
Artinya:
“ Sesungguhnya telah ada tanda bagi kamu pada dua golongan yang telah bertemu (bertempur). Segolongan bertempur di jalan Alloh dan (segolongan) yang lain kafir yang dengan mata kepala melihat (seakan-akan) orang-orang muslimin dua kali jumlah mereka. Alloh menguatkan dengan bantuan-Nya siapa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai mata hati”. (QS; Ali Imron: 13)

Oleh karena itu menjadi keharusan bagi kita mengetahui dan melaksanakan sebab-sebab yang dapat membantu kita (dengan izin Alloh Subhanahu wa Ta’ala) untuk mewujudkan kemenangan dari sisi Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Dan inilah yang menjadi pembahasan kita dalam tulisan yang singkat ini, di bawah pancaran Kitab Alloh Subhanahu wa Ta’ala, tuntunan sunnah Nabi-Nya Shollallohu alaihi was sallam dan jalan yang ditempuh oleh sahabat-sahabat beliau yang mulia (semoga Alloh ridho kepada mereka semua) dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kiamat. Oleh karena itu Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

[ ومن يشاقق الرسول من بعد ما تبين له الهدى ويتبع غير سبيل المؤمنين نوله ما تولى ونصله جهنم وساءت مصيرأ ] النسا: 115
Artinya:
“ Dan barang siapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”.(QS; An-Nisaa: 115)

Apa yang Harus Kita Kerahkan Untuk Mewujudkan Kemenangan dari Sisi Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan Keutamaan-Nya?

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

[ ولينصرن الله من ينصره إن الله لقوي عزيز ] الحج: 40
Artinya:
“ Sesungguhnya Alloh pasti menolong orang yang menolong (agama) –Nya. Sesungguhnya Alloh benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa” (QS; Al-Hajj: 40)

Dalam ayat yang lain Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

[ يا أيها الذين آمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم ] محمد: 7
Artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Alloh, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS; Muhammad: 7)

Ayat yang mulia di atas menguatkan bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala akan menolong siapa saja yang menolong-Nya. Bagaimana kita menolong Alloh Subhanahu wa Ta’ala? Padahal Dia adalah Maha Perkasa, Maha Kaya yang tidak butuh kepada segala sesuatu, Dzat yang Maha Mulia? Kita lihat apa yang dikatakan oleh syaikh Al-‘alaamah As-Sinqhiithie (semoga Alloh Ridho kepada-Nya) dalam tafsirnya mengenai ayat-ayat di atas dalam kitab Adhwaul Bayaan (Bab: 7 Hal: 422):
“ Alloh Jalla wa ‘Alaa menyebutkan dalam ayat yang mulia ini, bahwa jika kaum mu’minin menolong Rob mereka, maka Rob mereka akan menolongnya dari musuh-musuh mereka, dan meneguhkan langkah-langkah mereka yaitu menjaga mereka untuk tidak melarikan diri dan menjaga dari kekalahan” . dan makna ini telah diterangkan di berbagai ayat, dan dalam ayat yang lain dijelaskan karakteristik orang-orang yang mendapat janji dengan kemenangan ini. Seperti firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala:

[ الذين إن مكناهم في الأرض أقاموا الصلاة وآتوا الزكاة وأمروا بالمعروف ونهوا عن المنكر ولله عاقبة الأمور...] الحج: 41
Artinya:
“(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar, dan kepada Alloh-lah kembali segala urusan”.(QS; Al-Hajj: 41)

Ayat yang mulia di atas menunjukkan bahwa mereka yang tidak mendirikan sholat, tidak menunaikan zakat, tidak menyuruh kepada yang ma’ruf, dan tidak mencegah dari yang mungkar, mereka bukanlah yang dijanjikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala dengan kemenangan sama sekali. Adapun makna orang-orang mu’min menolong Alloh adalah: mereka menolong agama-Nya, menolong Kitab-Nya, usaha dan jihad mereka semata-mata untuk meninggikan kalimat Alloh, menegakkan hukum-hukum Alloh di atas muka bumi, melaksanakan perintah-perintah-Nya, meninggalkan larangan-larangan-Nya, dan berhukum dengan yang diturunkan kepada Rosul-Nya Shollallohu alaihi was sallam. Nabi Shollallohu alaihi was sallam telah bersabda:

" إذا تبايعتم بالعينة وأخذتم أذناب البقر، ورضيتم بالزرع ، وتركتم الجهاد، سلط الله عليكم ذلا لا ينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم" ( رواه الإمام أحمد وأبو داود وغيرهما وصححه الألباني في السلسلة الصحيحة رقم 11)
Artinya:
“ Jika kalian berdagang dengan sistem riba, kalian ridho dengan peternakan, kalian ridho dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad maka Alloh timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian” ( Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dan Abu Daud dan yang lainnya, dishohihkan oleh Al-Albanie dalam Silsilah Hadist Sohih No. 11)

Dan sebab kehinaan yang merupakan lawan dari kemuliaan bukanlah karena terbelakang dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti yang disangka oleh sebagian besar manusia, akan tetapi sebab kehinaan itu adalah seperti yang telah disebutkan oleh Rosululloh Shollallohu alaihi was sallam dalam hadist di atas, yaitu jauhnya kaum muslimin dari agamanya. Maka tidak ada jalan bagi kita kaum muslimin untuk mencabut kehinaan ini dari di kita, kecuali kita kembali kepada agama kita seperti yang telah disebutkan oleh hadist di atas: “ Alloh timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian” . Dan kami ingatkan Anda dengan ucapan Imam Malik rohimahulloh: “ Tidak akan baik umat terakhir ini kecuali dengan kebaikan yang ada pada umat pertama” . Dan generasi pertama umat ini tidaklah baik dengan teknologi akan tetapi mereka baik dengan keteguhan mereka dalam memegang agama Islam.
Sebelum terjadi salah paham terhadap apa yang telah kami utarakan di atas, perlu kami jelaskan poin terpenting dalam tulisan ini, yaitu kita tidak mengatakan bahwa terbelakang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi lebih itu lebih baik, dan kita juga tidak mengatakan bahwa kita harus meninggalkan ilmu-ilmu dunia dan tidak mempelajarinya. Akan tetapi yang kita maksud adalah, telah salah orang yang mengatakan sebab kelemahan dan kekalahan kaum muslimin dikarenakan keterbelakangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kita katakan bahwa ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknologi itu kita perlukan dan kita butuhkan, akan tetapi lemahnya teknologi bukanlah penyebab kekalahan kita. Kebutuhan kita untuk kembali kepada agama Islam lebih besar dari pada kebutuhan kita kepada ilmu-ilmu dunia ini. Karena kembali kepada agama kita merupakan sebab utama yang dapat menghantarkan kita meraih kemenangan bifadlillah insyaa Alloh Ta’ala, seperti yang telah difirmankan oleh Alloh:

[ ...وما النصر إلا من عند الله....] الأنفال: 10

“ ....dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Alloh....” (QS; Al-Anfaal:10)

Jika Demikian, Apa Solusinya ?:

Solusi bukan dari saya, akan tetapi dari firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan sabda Nabinya Shollallohu alaihi was sallam. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
[ يا أيها الذين آمنوا إن تنصروا الله ينصركم ويثبت أقدامكم] محمد: 7
Artinya:
“ Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Alloh, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS; Muhammad: 7)

Demikian juga dengan perkataan yang telah kita sebutkan di atas: “Adapun makna orang-orang mu’min menolong Alloh adalah: mereka menolong agama-Nya, menolong Kitab-Nya, usaha dan jihad mereka semata-mata untuk meninggikan kalimat Alloh, menegakkan hukum-hukum Alloh di atas muka bumi, melaksanakan perintah-perintah-Nya, meninggalkan larangan-larangan-Nya, dan berhukum dengan yang diturunkan kepada Rosul-Nya Shollallohu alaihi was sallam”. Yaitu kita kembali kepada agama Islam yang telah kita kucilkan atau kita yang telah dikucilkan oleh pekerjaan kita dari agama ini. Dan makna ini kita dapati dalam sabda Rosul Shollallohu alaihi was sallam:
[ سلط الله عليكم ذلا لا ينزعه حتى ترجعوا إلى دينكم]
“ Alloh timpakan kepada kalian kehinaan yang tidak akan dicabut sampai kalian kembali kepada agama kalian”

Kembali Kepada Islam Adalah Solusinya, akan Tetapi Bagaimana Caranya?

Kembali kepada agama Islam tidak akan bisa dan tidak mungkin terjadi kecuali melalui perkara-perkara berikut ini:

Pertama:
Kita memahami agama Islam dengan pemahaman yang benar sesuai yang dipahami oleh Nabi kita Shollallohu alaihi was sallam, para sahabat Beliau (semoga Alloh ridho kepada mereka semua) dan para pendahulu kita yang sholih.
Adapun orang yang mengaku bahwa dia kembali kepada agama Islam di atas jalan kesesatan seperti Ahmadiyah Al-Qodhianiah, atau Sufiah dan madzhab-madzhab sesat lainnya, sesunguhnya dia belum kembali kepada agama ini, justru ia menuju kesesatan, wa ‘iyadzu billaah. Dan jalan yang benar itu hanya satu, seperti yang disabdakan oleh Nabi Shollallohu alaihi was sallam dalam hadist yang dihasankan oleh Al-Albanie (rohimahulloh)dalam Shohih sunan Tirmidzi No. 2129:

[...وإن بني إسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة، وتفرق أمتي على ثلاث وسبعين ملة، كلهم في النار إلا ملة واحدة، قيل: من هي يا رسول الله؟ قال: ما أنا عليه وأصحابه]
Artinya:
“ Sesungguhnya bani Israel telah pecah menjadi 72 golongan, dan umatku pecah menjadi 73 golongan semuanya di neraka kecuali satu. Dikatakan: siapa golongan yang satu itu ya! Rosululloh? Rosul bersabda: “yang aku dan para sahabatku ada di atasnya”

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

[ وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون] الأنعام: 153
Artinya:
“ dan bahwa ( yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertakwa” (QS; Al-An’aam: 153)

Kita perhatikan di sini Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman: [ هذا صراطي]
( ini adalah jalan-Ku), kata sirootii adalah kata tunggal yang berarti “ini adalah jalan yang satu yang lurus”. Berbeda ketika Dia Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang jalan-jalan yang sesat, Alloh Ta’ala menggunakan kata bentuk jamak (plural) [ السبل]
dan ini suatu perkara yang sudah diketahui oleh Ahlussunnah wal Jamaa’ah bahwa jalan Alloh yang lurus dan tegak hanya satu. Adapun jalan-jalan kesesatan jumlahnya sangat banyak. Kita memohon kepada Alloh Al-Qodiir agar diberikan kesehatan dan agar Alloh mematikan kita di atas jalan yang lurus.
Al-Hafidz ibn Katsir rohimahulloh menafsirkan ayat di atas dalam tafsirnya (juz 1/306): “dan firman Alloh Ta’ala: [فاتبعوه ولا تتبعوا السبل] maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), Alloh Subhaanahu wa Ta’ala menyatukan jalan-Nya karena kebenaran itu hanya satu, dan membanyakan jalan-jalan karena ia terpecah-pecah dan bergolong-golongan....”
Berkata Ibnu Mas’ud (semoga Alloh ridho kepadanya): “ Rosululloh Shollallohu alaihi wa sallam membuat garis di atas tanah, kemudian bersabda: “Ini adalah jalan Alloh” kemudian Beliau membuat garis-garis di samping kanan dan kirinya, kemudian bersabda: “ ini adalah subul (jalan-jalan) di setiap jalan ada setan yang menyeru kepadanya” kemudian Beliau membaca:
[ وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتفرق بكم عن سبيله ذلكم وصاكم به لعلكم تتقون]
“dan bahwa ( yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Alloh kepadamu agar kamu bertakwa” (Hadist Shohih, dishohihkan oleh Al-Albanie dalam tahriij syarh At-Thohawiyah No. 810).

Oleh karena itu sudah menjadi keharusan bagi kita untuk memahami Islam dengan pemahaman yang benar sebagaimana Rosul Shollallohu alaihi was sallam , para sahabat Beliau dan para pendahulu kita yang sholih memahaminya (semoga Alloh ridho kepada mereka semua). Hal ini kita lakukan agar kita dapat mengikuti jalan Alloh yang lurus.

Ke-dua :
Menerapkan Islam ( yang telah dipahami dengan benar) dengan penerapan yang tepat, dan tidak mengingkarinya sedikitpun baik itu perkara yang kecil (menurut anggapan sebagian orang) atau perkara yang besar, hanya karena kita tidak mampu melakukan atau dengan kata yang lebih tepat kita tidak menginginkannya atau berat bagi kita untuk berpegang teguh dengan perkara ini atau itu. Dan kita juga tidak mengatakan ini adalah masalah kulit (seperti diklaim sebagian orang) ( barang siapa yang ingin memperdalam masalah bahwa dalam agama Islam itu tidak ada istilah kulit dan inti , agar membaca buku: Tabsiir Ulil Albaab bi Bid’ati Taqsiimid Diin Ilaa Qosri wa Lubaab, penulis: Muhammad Ahmad Ismaail).
Akan tetapi wajib bagi kita untuk bertakwa kepada Alloh semampu kita. Dan wajib bagi kita untuk memahami, bahwa barang siapa yang tidak menerapkan sebagian perintah-perintah agama, bisa jadi posisi dia adalah orang yang berdosa , maksiat, ataupun fasik. Namun orang yang mengingkari sesuatu perintah dari agama Islam (walaupun yang diingkari itu sunnah) atau mengingkari suatu larangan agama maka dia adalah orang kafir (jika ia telah mengetahui kebenaran yang diingkarinya itu) sampai ia kembali dan bertaubat.
Dan inilah yang banyak menimpa orang-orang ketika kita dapati mereka tidak menerapkan sebagian ajaran Islam atau tidak meninggalkan sebagian larangannya. Setan masuk kepada mereka dan menghiasi mereka, hingga mereka mengatakan: Tidak, ini bukan merupakan kewajiban atau ini bukan larangan. Mereka menentang dan menyangka sudah lepas dari tanggung jawab serta bebas dari siksaan karena keingkarannya. Padahal masalah yang sebenarnya sangat jauh sekali dari yang mereka sangkakan itu. Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka sembunyikan dalam dada mereka.
Menjadi suatu kewajiban bagi seorang muslim mu’min ketika ia mendapati dirinya melakukan keharaman atau meninggalkan suatu kewajiban untuk mohon ampun kepada Alloh dan bertaubat kepada-Nya, memperbanyak do’a dan minta ampun, berdo’a kepada Alloh Ar-Rohman Ar-Rohiim Al-Mannaan agar dijauhkan dari keharaman itu dan memohon untuk menegakkan kewajiban-kewajiban-Nya. Selain itu meminta kepada Alloh agar menutupi kesalahannya dan tidak menampakkannya. Rosul Shollallohu alaihi was sallam telah bersabda:

[ كل أمتي معافى إلا المجاهرون، وإن من المجاهرة أن يعمل الرجل بالليل عملا ثم يصبح وقد ستره الله تعالى فيقول: عملت البارحة كذا وكذا، وقد بات يستره ربه، ويصبح يكشف ستر الله عنه] فتح الباري شرح صحيح البخاري 10\486
Artinya:
“ Setiap umatku dimaafkan kecuali orang-orang yang terang-terangan, dan sesungguhnya termasuk terang-terangan adalah, seorang laki-laki yang melakukan perbuatan pada malam hari dan Alloh Ta’ala telah menutupinya. Kemudian dia berkata (pada orang lain) di pagi harinya: Tadi malam aku melakukan demikian-demikian, padahal malam itu Robnya telah menutupinya namun pagi harinya ia menyingkap tabir Alloh dari dirinya (sendiri). Fathul Baari, Penjelasan Shohih Bukhori: 10/486





Ke-Tiga
Kita menyeru dan mengamalkan agama ini dengan sebenar-benarnya, yaitu Islam yang telah kita pahami dan praktikan dengan betul. Dan sebesar-besar bentuk da’wah adalah menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan (al-amru bil ma’ruf wa nahyu ‘anil munkar). Rosul Shollallohu alaihi was sallam bersabda:

[ والذي نفسي بيده لتأمرن بالمعروف ولتنهون عن المنكر أو ليوشكن الله أن يبعث عليكم عقابا منه فتدعونه فلا يستجاب لكم] صحيح سنن الترمذي للألباني برقم 1762
Artinya:
“Demi jiwaku yang ada di tangan-Nya, kalian benar-benar memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar atau Alloh benar-benar akan menimpakan kepada kalian siksa kemudian kalian berdoa dan tidak dikabulkan” (Shohih Sunan Tirmidzi menurut Al-Albani No.1762)

Benar! Sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengajak manusia dan menyeru mereka kepada yang baik dan mencegah dari yang buruk, dan kita mulai dari diri kita sendiri, kemudian orang yang terdekat ( hal ini jangan dipahami bahwa seseorang tidak boleh menyeru kepada Alloh kecuali jika dirinya sudah terbebas dari segala perbuatan maksiat terlebih dahulu. Tidak demikian, akan tetapi tetap menyeru sekalipun di bermaksiat kepada Alloh. Bagi setiap muslim agar berjuang sekuat kemampuannya kemudian menyeru orang lain, memulai dari yang terdekat dan selanjutnya…dan Alloh Maha Mengetahui). Dan kita memulai dari rumah kita dengan mencegah dan menghilangkan keburukan yang ada di dalamnya. Menasihati dengan lemah-lembut orang yang berada dalam tanggungan kita terlebih dahulu. Kemudian jika mereka tidak menghiraukan maka bagi kita untuk memaksa mereka, karena Rosul Shollallohu alaihi was sallam telah bersabda:

[إن الله تعالى سائل كل راع عما استرعاه أحفظ ذلك أم ضيع؟ حتى يسأل الرجل عن أهل بيته] صحيح الجامع الصغير: 774
Artinya:
“ Sesungguhnya Alloh bertanya kepada setiap pengembala tentang apa yang digembalakannya apakah ia menjaganya atau menyia-nyiakannya, sampai-sampai seorang laki-laki akan ditanya tentang keluarganya”( Shohoh Jami’us Shoghiir : 774)

Ketahuilah! (semoga Alloh memberi tahu kepadaku juga kepada engkau) bahwa engkau akan diperhitungkan tentang apa-apa yang terjadi di rumahmu, berupa kemungkaran-kemungkaran jika engkau mendiamkannya dan tidak merubahnya. Kemudian setelah itu engkau mengajak dan menasihati kerabat-kerabatmu dimulai dari yang terdekat dan selanjutnya, kemudian tetangga-tetanggamu. Demikianlah dari yang terdekat terlebih dahulu…carilah pahala di sisi Alloh dan bersabar atas penderitaan yang menimpamu. Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman:

[ أم حبستم أن تدخلوا الجنة ولما يعلم الله الذين جاهدوا منكم و يعلم الصابرين] آل عران : 142
Artinya:
“ Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Alloh orang-orang yang berjihad di antaramu dan belum nyata orang-orang yang bersabar” (QS: Ali Imron: 142)

Inilah jalan yang bisa kita tempuh untuk menghilangkan kekalahan yang menimpa kita dan umat kita, serta membebaskan tanah-tanah kita yang terampas. Karena kitalah yang berhak mendapat kemenangan dari Alloh (dengan keutamaan-Nya dan kemuliaan-Nya) dengan sebab kembalinya kita kepada agama kita dan pertolongan kita kepada Alloh. Dan setelahnya, jika kita mampu untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi lebih dari yang dimiliki Eropa dan Amerika maka tidak ada masalah, bahkan ini merupakan hal yang diharapkan.
Saya berusaha untuk mengatakan di sini, bahwa menjadi suatu keharusan bagi kita agar mengetahui penyakit kita yang sebenarnya agar kita bisa mengobati dengan pengobatan yang sesuai. Adapun negara-negara yang engkau sangka bahwa masalah maupun sebab kelemahannya hingga menjadi ekor bagi negara-negara barat maupun timur adalah karena keterbelakangan teknologi, ia telah menjadi negara yang rakus. Ia membelanjakan uangnya bermilyar-milyar untuk memenuhi ketertinggalan ini. Mengimpor peralatan-peralatan canggih dari barat. Akan tetapi ia lupa dan lalai atau minimal menyepelekan sisi yang penting, yaitu usaha untuk memperbaiki manusia dan mengembalikan mereka kepada agamanya. Ini merupakan kesalahan yang besar. ( Tengoklah sebentar APBN sebagian besar negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim, akan engkau dapati pengembangan bidang-bidang olah raga dan seni lebih besar dan berlipat-lipat dibanding apa yang dibelanjakan untuk pendidikan dan agama Islam, Alloh-lah Maha Penolong dan hanya kepada-Nya kita mengadu) Kebutuhan kita sekarang kepada para penyeru dan ulama lebih besar dari pada kebutuhan kita kepada para Insinyur dan ijasah-ijasah di bidang ilmu pengetahuan dunia.
Hasilnya kita lihat sekarang, sebagian besar negara-negara Islam di dunia mereka mempunyai kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peralatan-peralatan canggih yang hampir seimbang dengan negara-negara kafir yang maju. Namun demikian negara yang berpenduduk muslim ini dengan segala bentuk kemajuan, kecanggihan, dosen-dosen perguruan tinggi dan ijasah-ijasah doktor yang mereka miliki, tetap saja mereka menjadi budak barat dan timur baik dalam bidang politik, keyakinan dan kebudayaan. Dan tetap saja bumi kita dirampas, wanita-wanita dan anak-anak kita di Palestina dan Afganistan dan yang lainnya menjadi gelandangan.
Dari sini muncul pertanyaan dalam benak orang-orang yaitu, selama urusan itu berada di tangan Alloh Subhanahu wa Ta'ala, seperti dalam firman-Nya:

[ قل اللهم مالك الملك تؤتي الملك من تشاء وينزع الملك ممن تشاء وتعز من تشاء وتذل من تشاء بيدك الخير إنك على شيء قدير] آل عمران: 26
Artinya:
“ Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang memiliki kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS; Ali Imron: 26)

Selama urusan itu demikian, mengapa Alloh memenangkan negara-negara kafir seperti Amerika dan Rusia juga yang lainnya? Mengapa ditetapkan untuk mereka kemenangan atas musuh-musuhnya, dan diberikan kepada mereka kekuatan militer? Padahal mereka adalah orang kafir yang berlumur dosa-dosa dan kemaksiatan?

Jawaban Terhadap Pertanyaan ini Dari Berbagai Segi
Pertama:
Sesungguhnya hanya milik Alloh-lah kerajaan dan urusan, segala Puji bagi-Nya. Kita adalah hamba-Nya Subhanahu wa Ta'ala, Dia tidak ditanya tentang apa-apa yang diperbuat-Nya. Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

[ لا يسأل عما يفعل وهم يسألون] الأنبياء: 23
Artinya:
“ Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, dan merekalah yang akan ditanyai” (QS; Al-Anbiyaa: 23)

Ke-Dua:
Bahwa Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan kedzoliman atas diri-Nya, seperti firman-Nya:

[ إن الله لا يظلم الناس شيئا ولكن الناس أنفسهم يظلمون ] يونس: 44
Artinya:
“ Sesungguhnya Alloh tidak berbuat dzolim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dzolim kepada diri mereka sendiri”(QS: Yunus:44)

Demikian juga seperti yang disebutkan dalam hadist qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim rohimahulloh dari Abi Dzar dari Nabi Shollallohu alaihi was sallam yang diriwayatkan dari Alloh Tabaaroka wa Ta’ala bahwa Alloh berfirman:

[ يا عبادي إني حرمت الظلم على نفسي وجعلته بينكم محرما فلا تظالموا....]
Artinya:
“ Hai hamba-hamba-Ku!, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedzoliman atas diri-Ku, dan aku jadikan ia pada kalian sebagai suatu yang dilarang, maka janganlah kalian saling berbuat kedzoliman…”

Maka di balik kekuasaan orang-orang kafir ini pasti ada hikmah-hikmah yang tersembunyi. Dalam waktu tertentu kita akan mengetahui hikmah-hikmah itu dan kadang juga tidak mengetahuinya. Dan kadang-kadang kita mengetahui sebagiannya dan bodoh terhadap sebagian yang lain.

Ketiga:
Kadang-kadang Alloh Subhanahu wa Ta'ala menampakkan kepada kita sebagian hikmah dari kekuasaan orang-orang kafir di dunia untuk masa tertentu, dimana Alloh Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman tentang hal ini:

[ لا يغرنك تقلب الذين كفروا في البلاد متاع قليل ثم مأواهم جهنم وبئس المهاد] آل عمران:196- 197

Artinya:
“ Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri. Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam: dan jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya” (QS; Ali Imron: 196-197)

Al-Hafidz Ibnu Katsir rohimahulloh mengatakan dalam tafsirnya tentang ayat di atas (“ Berkata Ta’ala : “Janganlah sekali-kali kamu terperdaya” tampak bahwa orang-orang kafir berada dalam kemewahan, kenikmatan dan kegembiraan, ini adalah sebuah istidrooj yang sedikit ( pemberian yang dengannya justru membuat ia makin jauh dalam kesesatan disebabkan karena mereka berpaling dari kebenaran ) Pent, yang pada akhirnya semua itu akan hilang, dan tergadailah mereka dengan amal-amalnya yang buruk, karena apa yang ada pada mereka: “Itu hanyalah kesenangan sementara, kemudian tempat tinggal mereka ialah Jahannam: dan jahannam itu adalah tempat yang seburuk-buruknya”) . Ringkasan tafsir ibn Katsiir, Penulis: Rifaai, Jilid I Hal: 345.
Hal ini persis seperti yang disabdakan oleh Rosul Shollallohu alaihi was sallam dalam sebuah hadist shohih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishohihkan oleh Al-Albanie dalam silsilah as-shohih No. 413. Bersabda Rosul Shollallohu alaihi was sallam : “ Jika engkau melihat Alloh memberikan kepada seorang hamba apa yang dicintainya dari bagian dunia di atas kemaksiatannya, itu adalah sebuah istidrooj, kemudian Beliau membaca:

[ فلما نسوا ما ذكروا به فتحنا عليهم أبواب كل شيئ ، حتى إذا فرحوا بما أوتوا أخذنا هم بغتة فإذا هم مبلسون] الأنعام: 44
Artinya:
“ Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami-pun membuka semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa” (QS; Al-An’am: 43)

Firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala yang lain:

[ ولا تحسبن الله غافلا عما يعمل الظالمون إنما يؤخرهم ليوم تشخص فيه الأبصار] إبراهيم: 42

Artinya:
“ Dan janganlah sekali-kali kamu ( Muhammad) mengira, bahwa Alloh lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang dzolim. Sesungguhnya Alloh memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak” (QS; Ibrohim: 42)

Dan diantara sebab-sebab yang menjadikan orang-orang kafir itu kadang-kadang mendapat kedudukan dan kemenangan di dunia untuk waktu tertentu adalah, karena mereka (orang-orang kafir) diberikan kebaikan-kebaikan yang mereka gunakan di dunia sampai ketika mereka datang pada hari perhitungan, maka tidak ada kebaikan buat mereka sama sekali. Dalilnya adalah firman Alloh Ta’ala:

[ و يوم يعرض الذين كفروا على النار أذهبتم طيباتكم في حياتكم الدنيا واستمتعتم بها فاليوم تجزون عذاب الهون بما كنتم تستكبرون في الأرض بغير الحق وبما كنتم تفسقون] الأحقاف: 20
Artinya:
“ Dan ( ingatlah ) hari (ketika) orang-orang kafir dihadapkan ke neraka ( kepada mereka dikatakan): “ Kamu telah menghabiskan rizkimu yang baik dalam kehidupan duniawimu (saja) dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka hari ini kamu dibalasi dengan siksa yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak dan karena kamu telah fasik” (QS; Al-Ahqoof: 20)

Demikian pula sabda Nabi Shollallohu alaihi was sallam yang senada dengan ayat di atas: “ Sesungguhnya Alloh tidak berbuat dzolim kepada kebaikan seorang mu’min, Dia memberikannya di dunia dan memberikan pahalanya di akhirat. Adapun orang kafir Alloh memberikan kepadanya kebaikan di dunia yang dia pergunakan di dunia sampai ketika dibuka hari kiamat tidak ada pahala dari kebaikannya” (HR. Muslim, Syarh muslim lin-Nawawii 7/155)
Dan diantara hikmah dibuatnya orang-orang kafir berkuasa kadang-kadang adalah, sebagai cobaan bagi orang mu’min dan sebagai penghapus dosa mereka. Nabi Shollallohu alaihi was sallam bersabda: “ Senantiasa cobaan menimpa laki-laki dan perempuan mu’min baik dalam dirinya, anaknya dan hartanya, sampai mereka berjumpa dengan Alloh tanpa ada kesalahan pada mereka” (shohihul jamii’us shoghiir 5815)
Hal ini tidak berarti bahwa orang-orang kafir tidak mendapat siksa di dunia dan tidak diuji. Alloh Subhanahu wa Ta'ala banyak menimpakan siksa kepada umat-umat kafir dan mengirim kepada mereka berbagai macam siksaan karena kedzoliman atau kefasikan mereka yang melampaui batas, setelah hal itu semua di tahan sebentar. Demikian juga Alloh Subhanahu wa Ta'ala banyak memberikan siksa kepada individu-individu orang kafir di dunia. Akan tetapi apa yang kami sebutkan tentang kadang-kadang siksaan kepada orang kafir itu ditahan, sesungguhnya itu merupakan ketentuan Alloh Tabaaroka wa Ta’ala untuk suatu hikmah yang hanya diketahui oleh-Nya, [ وهو خير الحاكمين] الأعراف:87 “ Dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya” (QS; Al-‘Aroof: 87). Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam ayat yang lain:
[ وما أصاب من مصيبة فبما كسبت أيديكم ويعفو عن كثير] الشورى: 30
Artinya:
“ Dan musibah apa saja yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Alloh memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS; As-Syuuroo: 30)

Sebagian Ayat-Ayat Al-Quran yang Menguatkan Masalah Ini

[ قل متاع الدنيا قليل والآخرة خير لمن اتقى ولا تظلمون فتيلا ] النساء: 77
Artinya:
“ Katakanlah: kesenangan di dunia itu hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun” (QS; An-Nisaa: 77)

[ وما الحياة الدنيا إلا لعب ولهو وللدار الآخرة خير للذين يتقون أفلا تعقلون ] الأنعام : 32

Artinya:
“ Dan tiadalah kehidupan dunia itu, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sesungguhnya kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidaklah kamu memahami?(QS; Al-An’am: 32)

[ من كان يريد الحياة الدنيا وزينتها نوف إليهم أعمالهم فيها وهم فيها لا يبخسون، أولئك الذين ليس لهم في الآخرة إلا النار وحبط ما صنعوا فيها وباطل ما كانوا يعملون ] هود: 15-16

Artinya:
“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperolah di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang mereka kerjakan” (QS; Huud: 15-16)

[ أفمن وعدناه وعدا حسنا فهو لاقية كمن متعناه متاع الحياة الدنيا ثم هو يوم القيامة من المحضرين] القصص: 61
Artinya:
“ Maka apakah orang yang Kami janjikan kepadanya suatu janji yang baik (surga) lalu ia memperolehnya, sama dengan orang yang Kami berikan kepadanya kenikmatan hidup duniawi, kemudian dia pada hari kiamat termasuk orang-orang yang diseret (ke dalam neraka)? (QS; Al-Qoshosh: 61)

[ إن الذين تولوا منكم يوم التقى الجمعان إنما استزلهم الشيطان ببعض ما كسبوا ولقد عفا الله عنهم، إن الله غفور حليم] آل عمران: 155
Artinya:
“ Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antaramu pada hari bertemu dua pasukan itu, hanya saja mereka digelincirkan oleh syaitan, disebabkan sebagian kesalahan yang telah mereka perbuat (di masa lampau) dan sesungguhnya Alloh telah memberi maaf kepada mereka. Sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyantun” (QS; Ali Imron: 155)

[ من كان يريد العاجلة عجلنا له فيها ما نشاء لمن نريد ثم جعلنا له جهنم يصلاها مذموما مدحورا. ومن أراد الآخرة وسعى لها سعيها وهو مؤمن فأولئك كان سعيهم مشكورا. كلا نمد هؤلاء وهؤلاء من عطاء ربك وما كان عطاء ربك محظورا] الإسراء: 18-20
Artinya:
“ Barang siapa yang menghendaki kehidupan sekarang (dunia) maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan baik. Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu, Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi” (QS; Al-Isroo’: 18-20)

Dan satu hal yang sangat disayangkan, kita dapati kebanyakan manusia yang mereka itu menghabiskan sebagian besar kehidupannya dalam kobaran kekalahan, mereka membuka matanya lebar-lebar untuk dunia. Padahal orang-orang barat dan timur sangat bernafsu untuk menguasai kita, seperti sabda Rosul Shollallohu alaihi was sallam :

[ يوشك أن تداعى عليكم الأمم من كل أفق، كما تداعى الأكلة إلى قصعتها، قيل يا رسول الله فمن قلة يوئذ؟ قال: لا، ولكنكم غثاء كغثاء السيل، يجعل الوهن في قلوبكم، وينزع الرعب من قلوب عدوكم، لحبكم الدنيا وكراهيتكم الموت] رواه أحمد وأبو داود، صحيح الجامع 8183

Artinya:
“ Hampir saja umat-umat lain saling mengerumuni kalian dari segala penjuru, seperti berkerumunnya orang-orang di hidangannya”, dikatakan: Ya Rosululloh! Apa karena jumlah kita sedikit pada waktu itu? Rosululloh Shollallohu alaihi was sallam bersabda: “ Tidak! Akan tetapi kalian itu buih seperti buih banjir, Alloh masukkan dalam hati-hati kalian Al-wahn, dan mencabut dari hati-hati musuh kalian rasa takut, (disebabkan) karena kecintan kalian terhadap dunia dan kebencian kalian terhadap kematian” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Shohihul Jaami’: 8183)

Saya katakan, satu hal yang sangat disayangkan kita dapati mereka hidup dengan pemikiran-pemikiran yang pesimis, kosong dari harapan untuk meraih kemenangan. Hal ini karena mereka berkhayal bahwa kemenangan itu hanya dapat diraih dengan kekuatan materi saja. Mereka tidak mengetahui bahwa kemenangan itu datang dari sisi Alloh Subhanahu wa Ta'ala. Ini adalah salah satu bentuk kebodohan umat Islam terhadap agamanya sendiri dan sejarah umat terhadulu. Dan hasilnya adalah kenyataan hidup yang kita alami sekarang ini.
Kepada mereka saya katakan, kemenangan itu datang dari sisi Alloh Subhanahu wa Ta'ala, maka berbuatlah dengan amalan yang diridhoi oleh-Nya dengan kembali kepada agama kalian seperti yang telah jelaskan di depan. Dan contoh terbesar dari sebuah kemenangan yang datang dari sisi Alloh Ta’ala adalah apa yang telah dilakukan oleh para mujahidin di Afganistan terhadap tentara Uni Soviet (sekarang Rusia). Mereka (tentara Uni Soviet) keluar /atau lebih tepat mundur dari Afganistan, lari meninggalkan negara yang kecil dan lemah di belakang mereka.
Memang benar mereka dikeluarkan oleh mujahidin-mujahidin yang memiliki persenjataan ringan lagi kuno dibandingkan dengan persenjataan modern yang dibawa oleh ratusan ribu tentara Uni Soviet, berupa pesawat tempur, tank-tank maupun roket-roketnya. Mereka telah keluar, karena yang mengeluarkan mereka adalah mujahidin-mujahidin di jalan Alloh dan juga karena Alloh menginginkan mereka untuk keluar. (Barang siapa yang ingin memperluas masalah jihad di Afganistan silahkan membaca buku “Jihad di Afganistan dan Dalil-dalilnya” dengan penulis Syaikh Muhammad Qutb)
Sudah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengetahui sebab kekalahan yang sebenarnya, kemudian kita menjauhinya. Dan demikian pula sebaliknya, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mengetahui sebab-sebab yang membawa kemenangan, yang kemudian kita tempuh hal itu sebagai ganti dari hilangnya waktu-waktu yang kita buang untuk hal-hal yang tidak membawa kemajuan.
Inilah yang ingin aku jelaskan kepada saudara-saudara kita kaum muslimin sekalian, sebagai bentuk dari kewajiban memberi nasihat seperti sabda Nabi Shollallohu alaihi was sallam :

[ الدين النصيحة –قالها ثلاثا- قلنا: لمن؟ قال: لله، ولكتابه ولرسوله، ولأئمة المسلمين وعامتهم]
Artinya:
“ Agama ini adalah nasihat (Beliau mengatakan hal itu tiga kali), kami berkata: untuk siapa? Beliau bersabda: “ untuk Alloh, untuk Rosul-Nya, untuk imam-imam kaum muslimin dan rakyatnya”

Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

[ فستذكرون ما أقول لكم وأفوض أمري إلي الله، إن الله بصير بالعباد] ِالمؤمن: 44
Artinya:
“ Kelak kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku menyerahkan urusanku kepada Alloh. Sesungguhnya Alloh Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya” (QS. Al-Mu’min: 44)

Ketahuilah Apakah Telah Aku Sampaikan?….Ya Alloh, Saksikanlah!

Di Akhir pembahasan ini saya mengajak kepada seluruh saudaraku kaum muslimin di manapun mereka berada, agar bertakwa kepada Alloh Tabaaroka wa Ta’ala, agar kembali kepada agama Islam, serta memperbaiki keadaan masing-masing. Memohon ampun kepada Alloh dan kembali kepada-Nya. (Orang yang bertaubat seperti orang yang tidak berdosa). Alloh Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

[ فقلت استغفروا ربكم إنه كان غفارا يرسل السماء عليكم مدرارا، ويمددكم بأموال وبنين، ويجعل لكم جنات ويجعل لكم أنهارا] نوح: 10-12
Artinya:
“ Maka aku katakan kepada mereka: mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”(QS. Nuuh: 10-12)

Dan agar mereka mengetahui bahwa dunia ini akan punah, dan ingatlah firman Alloh Subhanahu wa Ta'ala:

[ ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لا يحتسب ] الطلاق:2-3
Artinya:
“ Barang siapa yang bertakwa kepada Alloh niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka” (QS. At-Tholaq: 2-3)

Demikian juga sabda Nabi Shollallohu alaihi was sallam:

[نضر الله امرء سمع منا حديثا فبلغه غيره، فرب حامل فقه إلى من هو أفقه منه، ورب حامل فقه ليس بفقيه، ثلاث لا يغل عليهن قلب مسلم: إخلاص العمل لله، ومناصحة ولاة الأمر، ولزوم الجماعة، فإن دعوتهم تحيط من ورائهم. ومن كانت الدنيا نيته فرق الله عليه أمره، وجعل فقره بين عينيه، ولم يأته من الدنيا إلا ما كتب له، ومن كانت الأخرة نيته جمع الله أمره، وجعل غناه في قلبه، وآتته الدنيا وهي راغمة] رواه ابن حبان في صحيحه، وصححه الألباني في صحيح الترغيب والرهيب برقم 83
Artinya:
“ Semoga Alloh mencerahkan orang yang mendengar hadist dari kami kemudian menyampaikannya kepada yang lainnya, banyak orang berilmu membawa ilmunya kepada orang yang lebih mengetahui darinya, dan betapa banyak orang yang membawa ilmu dia itu bukan orang yang mendalam ilmunya, Tigal hal yang hati muslim tidak dapat dirampas darinya: ikhlas beramal karena Alloh, menasihati waliul amri (pemegang pemerintahan) dan menetapi jama’ah sesungguhnya doa mereka melingkupi orang dibelakangnya. Barang siapa yang niatnya karena dunia, Alloh cerai-beraikan urusannya, dan menjadikan kemiskinannya dihadapannya, dan dunia tidak datang kecuali apa yang telah ditulis untuknya. Dan barang siapa yang niatnya adalah akhirat, Alloh kumpulkan urusannya, dan dijadikan kekayaannya dalam hatinya, dan dunia datang kepadanya namun dia melawannya” .(HR. Ibnu Hibban dalam shohihnya, dishohihkan oleh Al-Albanie dalam shohih targhiib wa tarhiib No. 84)

Jika saya benar, maka kebenaran ini semata-mata datang dari Alloh melalui keutamaan-Nya, dan seandainya saya salah, maka kesalahan ini datang dari diri saya sendiri dan dari setan.
Maha Suci Engkau ya Alloh aku memujiMu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak (untuk disembah) kecuali Engkau, Aku mohon ampun dan bertaubat kepada-Mu. Dan kesejahteraan semoga Alloh Ta’ala limpahkan kepada hamba dan Rosul-Nya Muhammad Shollallohu alaihi was sallam , kepada keluarga, para sahabatnya (semoga Alloh ridho kepada mereka semua)dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kiamat. Dan akhir dari do’a kita, segala Puji hanya milik Alloh Tuhan semesta Alam.


Diterjemahkan dari buku: “ Maa hua sababu taholufil muslimiin wa dho’fihim?”. oleh Joko Pamungkas.
Tanpa Penulis dan Penerbit, dengan izin terbit dari Kementrian Penerangan Dammaam No. 454 tanggal 9/2/1411 Cetakan Pertama tahun 1411 H,


AL-SOFWA JAKARTA
Jl. Lenteng Agung Barat 35 Jak-Sel 12610, Telp. 021-78836327 , Faks. 788-36326, email: info @alsofwah.or.id